Jual Beli yang Terselubung Utang

PPJB dan AJB Sebagai Jaminan Utang

Bagikan :

Utang Piutang Dengan Jual Beli Terselubung

Utang – piutang dengan jual beli terselubung sering kali dimanfaatkan perorangan maupun pebisnis untuk memenuhi kebutuhan dana yang sangat mendesak. Dalam praktiknya, transaksi tersebut dilakukan dengan skema: Perorangan maupun pebisnis (debitur) yang membutuhkan dana pinjaman dari kreditur, memberikan jaminannya kepada kreditur dengan cara menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kuasa jual kepada Kreditur, bahkan Akta Jual Beli (AJB). Dengan mekanisme tersebut, kreditur berharap bisa langsung memiliki jaminan milik debitur apabila debitur wanprestasi/ingkar janji, dengan mekanisme jual beli.

Sepintas cara tersebut terlihat aman, efisien, cepat, dan nampak seperti jalan pintas yang cerdas. Akan tetapi di balik transaksi tersebut, tersimpan masalah hukum yang berulang kali ditegaskan oleh Mahkamah Agung sebagai praktik terlarang. Transaksi tersebut bentuk penyelundupan hukum yang mencampur adukan pinjam meminjam dengan jual beli, dan upaya menghindari mekanisme penjaminan yang diatur ketat dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. Akibatnya, transaksi/perjanjian semacam itu berisiko dibatalkan pengadilan, tidak peduli seberapa rapi dokumentasi formalnya dipersiapkan. Meskipun demikian, nyatanya banyak perorangan dan pebisnis, tanpa sadar melangkah masuk ke dalam praktek tersebut, yang kemudian justru terjebak pada kerugian finansial dan sengketa hukum yang berkepanjangan.

Konsistensi Sikap Mahkamah Agung

Mahkamah Agung RI, melalui serangkaian putusannya, secara konsisten dan tegas telah menyatakan bahwa jual beli yang berasal dari hubungan utang-piutang adalah tidak sah. Analisis terhadap lima putusan berikut menjadi bukti tak terbantahkan bagi para praktisi hukum dan pelaku bisnis dalam mempertimbangkan praktik/transaksi serupa.

  1. Putusan MA No. 3160 K/Pdt/2010 dan Putusan MA No. 1733 K/Pdt/2019: Perjanjian Semu & Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden). Mahkamah Agung mengidentifikasi PPJB yang lahir dari utang sebagai “perjanjian jual beli semu”. Perjanjian tersebut tidak mencerminkan kehendak para pihak untuk benar-benar melakukan jual beli, melainkan untuk menjaminkan utang. Lebih jauh, MA mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai misbruik van omstandigheden atau penyalahgunaan keadaan. Kreditur dianggap memanfaatkan posisi lemah debitur yang sedang terdesak kebutuhan finansial.
  2. Putusan MA No. 3182 K/Pdt/2010: Utang Tidak Dapat Dikonversi Menjadi Jual Beli. MA menyatakan secara lugas: “Bahwa suatu hutang tidak bisa dialihkan menjadi jual beli …..”. Pertimbangan tersebut menegaskan bahwa dua hubungan hukum yang berbeda, utang piutang dan jual beli tidak dapat dicampuradukkan. Kegagalan membayar utang harus diselesaikan melalui mekanisme perdata yang berlaku, bukan dengan serta-merta mengalihkan kepemilikan aset jaminan kepada kreditur.
  3. Putusan MA No. 414 K/Pdt/2019: Larangan Penyelundupan Hukum. MA memberikan analisis paling mendalam pada putusan ini. Majelis Hakim Agung secara eksplisit menyatakan bahwa PPJB dan AJB yang dibuat sebagai jaminan utang adalah bentuk penyelundupan hukum dan menabrak larangan pemberian kuasa kepada kreditur secara langsung memiliki objek jaminan. Larangan tersebut diatur dalam Pasal 1178 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pembuatan AJB dalam kasus tersebut adalah cara ilegal untuk mencapai tujuan yang secara tegas dilarang oleh undang-undang.
  4. Putusan MA No. 106 PK/Pdt/2020: Kuasa Mutlak sebagai Instrumen Ilegal. Praktik terlarang tersebut seringkali diperkuat dengan penggunaan Surat Kuasa Mutlak. Dalam Putusan MA No. 106 PK/Pdt/2020 menggarisbawahi bahwa Surat Kuasa Mutlak yang digunakan untuk mengeksekusi jual beli aset jaminan adalah bentuk penyalahgunaan keadaan (undue influence) dan harus dinyatakan batal demi hukum. Kuasa tersebut menghilangkan hak debitur untuk mempertahankan asetnya dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum jaminan.
BACA:  Solusi Hukum Sengketa Konstruksi Bersama Pengacara Jakarta

Kelima putusan tersebut membentuk sebuah yurisprudensi yang konsisten dan menegaskan bahwa setiap perjanjian, apapun namanya, yang esensinya adalah menjadikan pengalihan hak milik atas jaminan utang dari debitur kepada kreditur saat terjadi wanprestasi, adalah batal demi hukum.

Membedah Risiko dan Menentukan Strategi yang Benar

Dalam memberikan panduan praktis, berikut disampaikan perbedaan fundamental antara praktik terlarang dengan mekanisme jaminan yang sah menurut hukum, yang berlandaskan pada asas-asas hukum perjanjian seperti asas kebebasan berkontrak yang dibatasi oleh undang-undang dan ketertiban umum.

Aspek Praktik Terlarang (PPJB/AJB sebagai Jaminan)Mekanisme yang Sah & Aman (Hak Tanggungan)Dasar & Prinsip Hukum
Tujuan (Causa)Mengikat aset untuk dimiliki langsung oleh kreditur saat debitur wanprestasi (causa terlarang).Memberikan kedudukan diutamakan (preferen) kepada kreditur untuk pelunasan utang melalui penjualan lelang.Pasal 1320 KUHPerdata ; UU No. 4/1996
Bentuk PerjanjianPerjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan Surat Kuasa Mutlak, dan Akta Jual Beli (AJB),Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat di hadapan PPAT.UU No. 4/1996: PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah
Eksekusi Saat WanprestasiPengalihan nama sertifikat secara “otomatis”, berdasarkan PPJB, Kuasa Jual dan AJB.Eksekusi melalui lelang umum oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atau penjualan di bawah tangan dengan izin debitur.Pasal 6 & 20 UU No. 4/1996
Risiko dan Perlindungan HukumDebitur berisiko kehilangan aset dengan harga tidak wajar. Kreditur berisiko perjanjiannya dibatalkan.Debitur dilindungi dari eksekusi sewenang-wenang. Kreditur mendapat kepastian hukum dan hak preferen.Pasal 1365 Jo. 1178 KUHPerdata; UU No. 4/1996
Konsekuensi HukumBatal demi hukum. Semua akta yang terbit tidak sah.Sah dan mengikat secara hukum. Memberikan kepastian eksekusi bagi kreditur.Putusan MA di atas; UU No. 4/1996
BACA:  Kejahatan Finansial Bertopeng Koperasi: Lindungi Investasi Anda!

Praktik Utang – piutang dengan jual beli terselubung tersebut melanggar asas fundamental hukum perdata, yaitu asas itikad baik dan kepatutan (Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata), karena salah satu pihak menyalahgunakan keadaan pihak lain. Selain itu, substansi perjanjian juga bertentangan dengan asas kepatutan dan ketertiban umum yang melarang memperjanjikan sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang sebagaimana diatur Pasal 1337 KUHPerdata.

Implementasi dalam Bisnis 

Memahami risiko sebagaimana dijelaskan di atas adalah langkah pertama. Langkah selanjutnya adalah menerjemahkannya ke dalam kebijakan dan operasional yang konkret.

  1. Audit dan Review Perjanjian Pinjaman: Segera lakukan audit internal terhadap seluruh perjanjian pinjaman yang sedang berjalan. Identifikasi perjanjian yang menggunakan skema PPJB/AJB sebagai jaminan. Konsultasikan dengan penasihat hukum untuk merestrukturisasi perjanjian tersebut agar sesuai dengan ketentuan hukum.
  2. Standarisasi Prosedur Operasional (SPO) Pendanaan/Pinjaman: Buat SPO yang jelas untuk departemen keuangan dan legal. Setiap perjanjian pinjaman yang melibatkan jaminan aset (khususnya tanah dan bangunan) wajib menggunakan mekanisme Hak Tanggungan melalui APHT dan didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional. Tolak secara tegas setiap tawaran pinjaman yang mensyaratkan PPJB, AJB dan Kuasa Mutlak sebagai jaminan.
  3. Edukasi Lintas Fungsi: Pastikan tim eksekutif, bagian keuangan, dan tim legal memahami sepenuhnya risiko hukum dan finansial terhadap larangan praktik tersebut. Pemahaman yang sama akan menciptakan benteng pertahanan yang solid terhadap tawaran atau model pinjaman yang berisiko.

Lindungi Aset dan Amankan Masa Depan Bisnis

Risiko hukum dalam transaksi keuangan bukan sesuatu yang bisa dinegosiasikan dengan mengambil jalan pintas. Sebab, konsekuensi atas kegagalan pengelolaan risiko dapat berupa pembatalan perjanjian, kehilangan aset, bahkan sengketa yang menguras waktu dan biaya, jauh lebih besar daripada kemudahan sesaat yang ditawarkan. Memastikan setiap langkah perusahaan dilandasi dengan kepatuhan hukum adalah investasi terbaik untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Struktur perjanjian yang salah dapat menjadi bom waktu bagi kelangsungan bisnis. karena itu jangan biarkan aset yang telah Anda bangun dengan susah payah, justru hilang karena transaksi/perjanjian yang cacat hukum.

BACA:  Gugatan Kontraktor Salah Strategi, Mau Untung Malah Rugi

Tim kami di Ercolaw, dengan pengalaman lebih dari sepuluh tahun mendampingi transaksi bisnis, dan penyelesaian sengketa, siap membantu Anda meninjau, merestrukturisasi, dan menyusun perjanjian yang aman dan berkekuatan hukum. Hubungi kami untuk konsultasi dan memastikan setiap transaksi berdiri di atas fondasi hukum yang kokoh. Kunjungi Ercolaw untuk menjadwalkan diskusi.


Disclaimer: Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi hukum secara umum dan bukan merupakan nasihat hukum. Setiap tindakan hukum harus didasarkan pada konsultasi dengan profesional hukum yang kompeten yang telah menganalisis fakta spesifik kasus Anda.


Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :