Sebagai pemilik bisnis, direktur perusahaan, atau manajer, terkadang memiliki kekhawatiran mengenai “Bagaimana jika salah satu karyawan melakukan kesalahan yang merugikan pihak lain? Apakah perusahaan harus ikut bertanggung jawab?” Kekhawatiran tersebut sebenarnya merupakan hal yang rasional, karena dalam praktik bisnis modern di Indonesia, batas tanggung jawab antara perusahaan dan karyawan seringkali menjadi area abu-abu yang berpotensi menimbulkan risiko hukum dan finansial yang signifikan.
Kesalahan Karyawan Menjadi Beban Perusahaan
Bayangkan kejadian berikut, suatu hari sopir suatu perusahaan transportasi dan logistik mengalami kecelakaan saat menjalankan tugas, atau karyawan bank melakukan tindakan fraud yang merugikan nasabah. Siapa yang harus menanggung konsekuensi hukum dan finansial akibat peristiwa tersebut? Dua putusan Mahkamah Agung di bawah ini menggarisbawahi prinsip penting yang wajib dipahami setiap pelaku usaha, pemilik bisnis dan direktur perusahaan.
Putusan MA No. 6424 K/PDT/2024 dan No. 3245 K/PDT/2015 memberikan gambaran jelas bagaimana pengadilan tertinggi di Indonesia menerapkan prinsip tanggung gugat dalam konteks hubungan kerja. Kedua putusan ini menegaskan kembali prinsip fundamental dalam hukum perdata Indonesia bahwa, majikan memiliki tanggung jawab hukum atas tindakan karyawannya yang menimbulkan kerugian pada pihak ketiga.
Doktrin “Respondeat Superior” dalam Hukum Indonesia
Dalam tradisi hukum perdata, doktrin “respondeat superior” (let the master answer) telah lama dikenal sebagai dasar pertanggungjawaban majikan. Menurut penjelasan pada webiste resmi Cornell LAw School, dijelaskan bahwa Respondeat superior is a legal doctrine, most commonly used in [wex:tort], that holds an employer or principal legally responsible for the wrongful acts of an employee or agent , if such acts occur within the scope of the employment or agency. Typically when respondeat superior is invoked, a plaintiff will look to hold both the employer and the employee liable . As such, a court will generally look to the doctrine of joint and several liability when assigning damages . Di Indonesia, prinsip tersebut termuat dalam Pasal 1367 KUHPerdata yang mengatur bahwa:
“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”
Selanjutnya, bagaimana Mahkamah Agung menginterpretasikan dan menerapkan prinsip ini dalam kasus konkret? Mari kita beberapa pertimbangan hukum di bawah ini.
Putusan MA No. 6424 K/PDT/2024: Tanggung Jawab Pemilik Kendaraan
Dalam perkara ini, Mahkamah Agung dengan tegas mempertahankan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya yang mengharuskan PT Warna Tata Jaya (sebagai pemilik kendaraan) bertanggung jawab atas kelalaian sopirnya yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Pertimbangan hakim agung menyatakan: “Terbukti sopir mobil milik Tergugat, karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan kerugian bagi Penggugat, sehingga Tergugat sebagai pemilik mobil berkewajiban untuk membayar ganti rugi materiil kepada Penggugat.”
Putusan ini menegaskan bahwa tanggung jawab majikan tidak hanya terbatas pada hubungan kerja langsung, tetapi juga mencakup kepemilikan aset (dalam hal ini kendaraan) yang dioperasikan oleh karyawan atau bawahannya sebagaimana prinsip yang termuat dalam Pasal 1367 KUHPerdata.
Putusan MA No. 3245 K/PDT/2015: Tanggung Jawab Korporasi (Bank)
Dalam kasus kedua, Mahkamah Agung menolak kasasi PT Bank Internasional Indonesia Tbk yang berupaya menghindari tanggung jawab atas tindakan karyawannya. Meskipun karyawan tersebut (Tergugat II) telah dijatuhi pidana secara personal, MA berpendapat bahwa bank sebagai institusi tetap harus bertanggung jawab secara perdata.
Pertimbangan hakim menyatakan: “Tanggung jawab pribadi Tergugat II sudah dijalaninya dengan dijatuhi pidana; Bahwa akan tetapi Tergugat II bekerja pada Tergugat I, sehingga secara perdata Tergugat I harus ikut bertanggung jawab, karena pekerjaan itu mengatasnamakan Tergugat I selaku institusi Bank.”
Putusan ini menggambarkan dimensi ganda pertanggungjawaban: pidana yang bersifat personal dan perdata yang dapat meluas kepada institusi, perusahaan sebagai pemberi kerja atau majikan.
Dasar Filosofis dan Yuridis Tanggung Gugat Majikan
Mengapa hukum meletakkan beban tanggung jawab pada majikan atas kesalahan bawahannya? Terdapat beberapa rasionalitas hukum yang perlu dipahami:
- Doktrin “Deep Pocket” – Majikan umumnya berada dalam posisi finansial yang lebih kuat untuk memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan.
- Prinsip “Benefit and Burden” – Pihak yang menerima keuntungan dari kegiatan usaha seharusnya juga menanggung beban risiko yang muncul.
- Teori “Control and Supervision” – Majikan memiliki kontrol dan kewajiban pengawasan terhadap karyawan, sehingga harus bertanggung jawab atas kegagalan dalam pengawasan tersebut.
Dalam konteks KUHPerdata Indonesia, tanggung gugat majikan termasuk dalam kategori “tanggung jawab tanpa kesalahan” (liability without fault) atau dalam istilah hukum disebut juga “strict liability“. Artinya, tanggung jawab tersebut melekat tanpa perlu membuktikan adanya kesalahan langsung dari majikan.
Implikasi bagi Pelaku Usaha
Apa yang dapat kita pelajari dari kedua putusan MA tersebut? Beberapa implikasi praktis perlu menjadi perhatian:
- Perusahaan transportasi dan logistik harus menyadari bahwa kepemilikan kendaraan operasional membawa konsekuensi tanggung jawab hukum yang substansial, terlebih yang mengendarai adalah karyawan perusahaan transportasi dan logistis.
- Institusi keuangan dan perbankan tidak dapat berlindung di balik tanggung jawab individual karyawan yang telah dijatuhi sanksi pidana. Tanggung jawab perdata institusi tetap melekat, terutama ketika karyawan bertindak dalam kapasitas jabatannya.
- Semua sektor usaha perlu mengembangkan mekanisme mitigasi risiko komprehensif, termasuk asuransi tanggung gugat profesional dan protokol kepatuhan maupun SOP yang ketat.
Mitigasi Risiko Tanggung Gugat
Bagaimana perusahaan dapat memitigasi risiko tanggung gugat ? Beberapa strategi di bawah ini dapat dipertimbangkan:
- Pengembangan Standard Operating Procedure (SOP) yang komprehensif dan ketat untuk setiap aktivitas operasional berisiko tinggi.
- Pelatihan berkelanjutan bagi karyawan tentang kepatuhan hukum dan manajemen risiko dalam konteks tugas mereka.
- Dokumentasi yang baik tentang pelaksanaan kewajiban pengawasan, termasuk evaluasi kinerja reguler dan audit kepatuhan internal.
- Perlindungan asuransi yang memadai untuk mengcover tanggung gugat profesional dan operasional.
- Due diligence yang menyeluruh dalam proses rekrutmen, terutama untuk posisi dengan risiko tinggi seperti pengemudi, kasir, atau posisi yang berhubungan dengan aset berharga.
Refleksi Keadilan dalam Tanggung Gugat
Menariknya, prinsip tanggung gugat majikan mencerminkan keseimbangan yang ingin dicapai oleh sistem hukum perdata Indonesia, dengan memastikan pihak yang dirugikan mendapatkan kompensasi yang layak, sambil mendorong entitas bisnis untuk menjalankan pengawasan yang lebih ketat. Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan sebagai pemberi kerja atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan karyawan, bawahannya, atau orang-orang yang menjadi tanggungannya, mencerminkan evolusi hukum perdata dari yang semula berfokus pada kesalahan personal menjadi lebih berorientasi pada perlindungan korban dengan distribusi risiko yang adil.
Atas hal itu, Putusan MA No. 6424 K/PDT/2024 dan No. 3245 K/PDT/2015 mengkonfirmasi bahwa pengadilan Indonesia konsisten menegakkan prinsip ini, dengan implikasi signifikan bagi komunitas bisnis.
Arah Perkembangan Tanggung Gugat
Perkembangan teknologi dan transformasi hubungan kerja di era digital membawa tantangan baru dalam interpretasi tanggung gugat majikan. Bagaimana kita mengaplikasikan Pasal 1367 KUHPerdata dalam konteks:
- Pekerja platform digital yang memiliki status ambigu antara karyawan dan kontraktor independen?
- Artificial Intelligence dan sistem otomatis yang beroperasi dengan tingkat otonomi tertentu?
- Remote working yang mengurangi tingkat pengawasan langsung majikan?
Sepengetahuan penulis, sampai saat tulisan ini di buat, Mahkamah Agung belum memiliki jurisprudensi komprehensif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun, berdasarkan tren putusan terkini, dapat diprediksi bahwa pengadilan akan cenderung memperluas ketimbang mempersempit lingkup tanggung jawab majikan, dengan penekanan pada perlindungan pihak yang dirugikan.
Rekomendasi Bagi Pelaku Usaha
Menghadapi lanskap hukum yang kompleks, beberapa rekomendasi dapat diberikan kepada pelaku usaha:
- Lakukan audit hukum komprehensif terhadap operasional bisnis, dengan fokus khusus pada area berisiko tinggi seperti transportasi, keuangan, dan pengelolaan data.
- Kembangkan protokol tanggap insiden yang memadai untuk menangani klaim tanggung gugat dengan cepat dan efektif.
- Perbarui kontrak kerja dan perjanjian dengan pihak ketiga untuk mengklarifikasi batas-batas tanggung jawab, meskipun perlu dicatat bahwa klausul pengalihan tanggung jawab memiliki batasan keberlakuan dalam konteks tanggung gugat majikan.
- Konsultasikan dengan penasehat hukum untuk mengembangkan strategi mitigasi risiko yang disesuaikan dengan profil risiko bisnis Anda.
Kesimpulan
Putusan MA No. 6424 K/PDT/2024 dan No. 3245 K/PDT/2015 memberikan penegasan kuat bahwa tanggung gugat majikan bukanlah konsep teoretis abstrak, melainkan prinsip hukum aktif yang secara konsisten ditegakkan oleh pengadilan tertinggi Indonesia. Sebagai pelaku usaha, pemahaman mendalam tentang implikasi prinsip ini dan implementasi strategi mitigasi risiko yang efektif menjadi keharusan, bukan sekadar pilihan. Dengan mempertimbangkan bahwa Hukum perdata terkini bukan lagi semata-mata menentukan tentang siapa yang bersalah, tetapi juga tentang siapa yang paling mampu mencegah kerugian, mendapatkan keuntungan maupun menanggung beban dengan distribusi risiko secara adil.
Apakah bisnis Anda memerlukan konsultasi mendalam mengenai strategi mitigasi risiko tanggung gugat atau sedang menghadapi klaim terkait tanggung jawab korporasi? Tim pengacara senior kami siap memberikan pendampingan hukum komprehensif untuk melindungi kepentingan bisnis Anda. Hubungi kami untuk konsultasi awal yang bersifat diskresioner dan tanpa biaya.
Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw