Mitigasi Risiko Konstruksi_New

Mitigasi Risiko Hukum Proyek Konstruksi Terkendala

Bagikan :

Ketika sebuah proyek konstruksi mengalami keterlambatan parah, owner (pemilik proyek) sering kali menghadapi pilihan sulit: apakah memberikan perpanjangan waktu atau justru melakukan terminasi kontrak? Dalam banyak kasus, keputusan mengakhiri kontrak dengan kontraktor EPC (Engineering, Procurement, and Construction) diambil karena wanprestasi yang menyebabkan proyek macet/terkendala. Namun, keputusan tersebut sering kali membawa konsekuensi hukum yang sangat serius.

Kontraktor yang diputus kontraknya mungkin akan mengajukan tuntutan, menolak meninggalkan lokasi proyek, atau bahkan menghalangi akses pemilik proyek untuk melanjutkan pekerjaan. Jika mitigasi risiko tidak dilakukan dengan tepat, pemilik proyek justru bisa terseret dalam sengketa berkepanjangan yang menghambat penyelesaian proyek, dan justru meningkatkan biaya yang tidak terduga. bagaimana cara pemilik proyek memastikan proyek tetap berjalan tanpa hambatan hukum?, simak penjelasan berikut.

Dampak Hukum Terminasi Kontrak 

Dalam hukum perdata, pemutusan kontrak (terminasi) merupakan tindakan yang sah jika ada dasar hukum yang kuat, seperti wanprestasi kontraktor yang terbukti merugikan proyek (Pasal 1243 KUH Perdata). Namun, terminasi kontrak tidak serta-merta menghilangkan kewajiban dan hak para pihak, melainkan membuka babak baru dalam penyelesaian proyek dan potensi sengketa hukum.

Dari perspektif regulasi jasa konstruksi (UU No. 2 Tahun 2017 jo. PP No. 14 Tahun 2021), setelah kontrak diputus, pemilik proyek memiliki kewenangan penuh untuk melanjutkan penyelesaian proyek. Hal ini bisa dilakukan melalui mekanisme pengadaan ulang atau penunjukan langsung kepada kontraktor lain, asalkan memenuhi persyaratan teknis, operasional, dan finansial yang ketat.

Namun, ada risiko yang harus diwaspadai:

Penolakan Pengosongan Lokasi oleh Kontraktor dan Pekerjanya

Jika kontraktor menolak meninggalkan lokasi proyek, pemilik proyek berpotensi menghadapi hambatan operasional serius. Mitigasi atas risiko ini dapat dilakukan dengan:

    • Mempersiapkan kesepakatan tertulis dengan kontraktor sebelum terminasi untuk memastikan pengosongan lokasi.
    • Jika kontraktor menolak, pemilik proyek dapat menuntut berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata (Perbuatan Melawan Hukum/PMH) serta melaporkan tindakan tersebut ke kepolisian berdasarkan Pasal 167 ayat (1) KUHP.

Tuntutan Klaim dari Kontraktor atas Terminasi

Kontraktor yang diputus kontraknya sering kali mengajukan klaim pembayaran meskipun terbukti wanprestasi. Untuk menghadapi risiko ini, pemilik proyek perlu:

  • Mengumpulkan bukti wanprestasi kontraktor yang diverifikasi secara faktual.
  • Melakukan inventarisasi klaim dan menyusun bantahan berbasis hukum serta data keuangan yang valid.
  • Mengajukan tuntutan balik kepada kontraktor atas kerugian, termasuk biaya tambahan akibat keterlambatan.

Prinsip hukum yang dapat digunakan dalam menghadapi klaim kontraktor adalah doktrin Exception Non-Adimpleti Contractus, yang menyatakan bahwa pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dalam kontrak tidak dapat menuntut pihak lain untuk memenuhi kewajibannya. Prinsip ini diakui dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 438 K/Pdt/1995 dan beberapa putusan lainnya.

Material Manufaktur yang Belum Diserahterimakan

Dalam beberapa kasus, kontraktor telah menerima pembayaran penuh untuk material manufaktur dari luar negeri, tetapi tidak menyerahkannya kepada pemilik proyek. Mitigasi atas risiko ini:

    • Memastikan bahwa sebelum terminasi, pemilik proyek meminta penyerahan material yang telah dibayarkan.
    • Jika kontraktor tetap menolak, nilai material tersebut harus dimasukkan dalam tuntutan ganti rugi terhadap kontraktor.

Kontraktor Keberatan Menyerahkan Barang atau Peralatan yang Dipesan

Kontraktor mungkin akan menolak menyerahkan barang atau peralatan dengan alasan belum menerima pembayaran akibat terminasi. Untuk menghindari risiko ini:

    • Pemilik proyek dapat membuat kesepakatan dengan kontraktor agar penyerahan dilakukan dengan skema pembayaran yang diperhitungkan setelah adanya putusan arbitrase atau pengadilan.
    • Jika barang tersebut tidak diperlukan, pemilik proyek dapat meminta kontraktor mengeluarkannya, dan jika terjadi penolakan, dilakukan pemindahan dengan pendampingan pejabat setempat yang berwenang.

Kontraktor Tidak Mampu Membayar Ganti Rugi

Jika kontraktor tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar kerugian yang dialami pemilik proyek, langkah mitigasi terbaik adalah:

    • Mengajukan permohonan sita terhadap aset kontraktor dalam proses arbitrase atau pengadilan (Pasal 32 UU 39/1999).
    • Melakukan eksekusi putusan pengadilan jika kontraktor tidak membayar secara sukarela.

Risiko Kegagalan Penyelesaian Proyek oleh Kontraktor Baru

Setelah terminasi, pemilik proyek harus memastikan bahwa kontraktor pengganti benar-benar kompeten untuk menyelesaikan proyek. Mitigasi risiko ini meliputi:

    • Kajian mendalam terhadap kapasitas teknis dan finansial calon kontraktor baru.
    • Supervisi ketat dan monitoring berkala terhadap progres pekerjaan.

Kesimpulan dan Strategi Pencegahan

Pemutusan kontrak EPC bukanlah akhir dari permasalahan, melainkan awal dari fase penyelesaian proyek yang lebih kompleks. Tanpa strategi mitigasi risiko yang tepat, pemilik proyek bisa terjebak dalam sengketa hukum yang berkepanjangan, menghambat penyelesaian proyek, dan meningkatkan biaya tak terduga.

Untuk memastikan kelancaran proses ini, pemilik proyek perlu:

  1. Mengantisipasi risiko hukum sebelum terminasi dilakukan.
  2. Mengamankan hak hukum dengan menyusun dokumen dan bukti yang kuat.
  3. Menggunakan jalur hukum yang tepat dalam menghadapi klaim kontraktor.
  4. Memastikan kontraktor pengganti memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan proyek tanpa hambatan.

Jika Anda sedang menghadapi permasalahan serupa dan memerlukan strategi hukum yang tepat dalam penyelesaian proyek konstruksi terkendala, konsultasikan dengan firma hukum berpengalaman. Keputusan yang tepat hari ini akan menentukan kelancaran proyek Anda di masa depan.

Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :