Ketika seseorang atau perusahaan mengajukan pinjaman ke bank, biasanya bank meminta jaminan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai suatu syarat yang umum. Namun, bagaimana jika setelah pelunasan pinjaman, bank lalai atau tidak mengembalikan sertifikat tersebut? Apakah tindakan tersebut bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum? Kasus semacam ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bentuk pelanggaran hak yang dapat berakibat fatal bagi pemilik hak atas tanah. Masyarakat pencari keadilan harus memahami bahwa ada langkah hukum yang bisa ditempuh untuk mendapatkan haknya kembali.
Dalam beberapa kasus, bank beralasan bahwa sertifikat masih dalam proses administrasi atau bahkan hilang. Hal ini jelas merugikan nasabah debitur, karena tanpa sertifikat, nasabah selaku pemilik aset tidak bisa menjual, mengagunkan kembali, atau menggunakan aset tersebut secara legal. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh nasabah debitur saat berada dalam kondisi tersebut? Simak pembahasan di bawah ini.
Bank Wajib Mengembalikan Sertifikat Jaminan
Secara hukum, ketika pinjaman sudah dilunasi, bank wajib mengembalikan sertifikat jaminan kepada debitur. Hal tersebut merujuk pada:
- Pasal 1381 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa salah satu cara berakhirnya perikatan adalah dengan pembayaran atau pelunasan utang. Jika utang lunas, maka hak tanggungan atas jaminan juga berakhir.
- Pasal 14 ayat (4) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menyatakan: Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
- Preseden hukum sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No. 6664 K/Pdt/2024 yang menegaskan bahwa perbuatan bank yang tidak mengembalikan sertifikat jaminan setelah pinjaman lunas dan hak tanggungan dihapus, merupakan perbuatan melawan hukum.
- Selain itu, dalam perspektif Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank memiliki kewajiban untuk bertindak sesuai prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab terhadap nasabah.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung memberi pertimbangan hukum sebagai berikut:
- Debitur atau penjamin berhak menuntut pengembalian sertifikat jaminan setelah utang dilunasi dan hak tanggungan dihapus.
- Perbuatan Bank yang tidak mengembalikan sertifikat jaminan tanpa alasan yang sah merupakan perbuatan melawan hukum (PMH).
- Nasabah memiliki hak untuk menggugat bank tanpa perlu melibatkan pihak lain, seperti Notaris/PPAT yang membuat akta hak tanggungan.
Dari kasus tersebut, kita bisa melihat bahwa operasional perbankan tidak selalu mematuhi regulasi yang ditetapkan. Selain itu, kaidah hukum yang ditekankan oleh Mahkamah Agung adalah debitur berhak menuntut pengembalian sertifikat jaminan dan bank tidak memiliki hak untuk menahan sertifikat jaminan setelah hak tanggungan dihapus.
Langkah Hukum Jika Bank Tak Kembalikan Jaminan
Jika Anda atau perusahaan mengalami situasi tersebut, ada beberapa langkah hukum yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan:
1. Mengajukan Somasi
Langkah pertama adalah mengirimkan somasi tertulis kepada bank. Dalam somasi, Anda perlu menegaskan bahwa sertifikat harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 7 atau 14 hari setelah surat dikirimkan.
2. Melaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Jika somasi tidak diindahkan, langkah berikutnya adalah melaporkan permasalahan ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK memiliki wewenang untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada bank yang melanggar ketentuan perbankan.
3. Mengajukan Gugatan Perdata
Jika upaya administratif tidak membuahkan hasil, maka langkah selanjutnya adalah mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Gugatan ini bisa berupa gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) atau wanprestasi, dengan tuntutan pengembalian sertifikat serta ganti rugi atas kerugian yang diderita.
4. Melaporkan ke Polisi (Jika Ada Unsur Pidana)
Dalam beberapa kasus, tindakan bank yang tidak mengembalikan sertifikat dapat mengarah pada dugaan tindak pidana, seperti penggelapan (Pasal 372 KUHP) atau penipuan (Pasal 378 KUHP). Jika ada indikasi unsur pidana, maka pemilik jaminan dapat melaporkan dugaan tindak pidana ke pihak kepolisian.
Pentingnya Upaya Hukum
Kasus seperti yang dijelaskan di atas bukan sekadar masalah administrasi perbankan, tetapi menyangkut terganggunya hak atas kepemilikan yang sah. Jika bank bisa dengan mudah menahan atau bahkan kehilangan sertifikat jaminan, maka masyarakat pencari keadilan akan semakin rentan terhadap praktik ketidakprofesionalan perbankan. Dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang tegas, kini masyarakat memiliki kepastian hukum bahwa tindakan bank tidak mengembalikan sertifikat jaminan tanpa alasan yang sah merupakan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, jangan ragu untuk memperjuangkan hak Anda melalui upaya hukum yang tersedia.
Mitigasi Masalah Serupa di Kemudian Hari
Agar kasus serupa tidak terjadi lagi, nasabah debitur harus lebih proaktif memastikan proses penghapusan hak tanggungan berjalan dengan benar. Beberapa hal yang bisa dilakukan:
- Dokumentasikan seluruh proses pinjaman dan pelunasan dengan baik.
- Pastikan sertifikat dikembalikan segera setelah hak tanggungan dihapus.
- Gunakan bantuan hukum jika bank tidak memenuhi kewajibannya.
Kasus seperti yang telah di jelaskan di atas membuktikan bahwa bank tidak selalu bertindak sesuai hukum, dan debitur harus memperjuangkan haknya.
Butuh Bantuan Hukum? Hubungi Ercolaw
Jika Anda mengalami masalah dengan bank yang tidak mengembalikan sertifikat jaminan, jangan tunggu lebih lama. Tim hukum Ercolaw siap membantu Anda untuk menuntut hak Anda melalui jalur hukum yang tepat. Kami memiliki pengalaman dalam sengketa perbankan dan perdata, serta siap mendampingi Anda dalam proses hukum untuk mendapatkan keadilan. Segera konsultasikan kasus Anda dengan pengacara berpengalaman di Ercolaw. Hubungi kami untuk mendapatkan solusi hukum terbaik. Bagikan artikel ini ke rekan Anda yang memiliki permasalahan serupa. Wawasan senderhana ini bisa membantu mereka yang mengalami masalah serupa.
Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw