Keputusan RUPS Perubahan Direksi dibatalkan Mahkamah Agung

Akibat RUPS Perubahan Direksi Tidak Di Notarilkan, Status Direksi Ilegal dan Keputusannya Melawan Hukum

Bagikan :

Dalam dunia bisnis yang dinamis, kecepatan menjadi satu aspek yang penting. Namun, seringkali, di tengah dinamika transaksi dan ekspansi bisnis, aspek fundamental terhadap kepatuhan hukum menjadi terabaikan. Salah satu aspek krusial yang sering menjadi permasalahan adalah legalitas perubahan pengurus perseroan (perubahan direksi dan komisaris). Apakah cukup dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saja? Atau ada keharusan lain yang mengikat dan jika diabaikan, dapat berpotensi pada sengketa hukum dan kerugian yang tidak terduga? Pertanyaan tersebut sampai hari ini masih menjadi refleksi dari realitas yang dihadapi banyak pemilik perseroan terbatas di Indonesia, khususnya start up atau perusahaan yang sedang berkembang.

Aspek Penting Perubahan Direksi dan Komisaris

Banyak pengusaha dan pemilik perseroan terbatas, terutama yang baru berkembang, seringkali terjebak dalam pemahaman yang keliru mengenai tahapan perubahan pengurus perseroan. Terkadang mereka beranggapan bahwa keputusan RUPS, yang notabene merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan pada perseroan, sudah cukup untuk mengesahkan perubahan direksi atau komisaris. Akibatnya, mereka menunda atau bahkan secara tidak sadar mengabaikan kewajiban untuk menuangkan keputusan RUPS tersebut dalam akta notaris dan melakukan pemberitahuan ke instansi berwenang.

Fenomena tersebut bukan tanpa alasan. Terkadang tekanan biaya operasional, keinginan untuk efisiensi biaya, atau sekadar ketidaktahuan akan implikasi hukum jangka panjang, seringkali menjadi beberapa penyebabnya. Namun, kelalaian akan hal tersebut secara hukum berpotensi menciptakan “bom waktu” yang siap meledak kapan saja, mengancam kepastian hukum terhadap kedudukan direksi dan komisaris, keabsahan perbuatan hukum perseroan, hingga potensi gugatan perdata yang merugikan perseroan maupun pihak – pihak terkait. Bayangkan, seorang direktur yang merasa telah mengundurkan diri berdasarkan RUPS, namun secara hukum masih terikat tanggung jawab karena RUPS perubahan pengurus tersebut belum dinyatakan dalam Akta Notaril. Atau sebaliknya, seorang direktur baru yang telah aktif menjalankan tugas, namun kewenangannya rentan digugat karena pengangkatannya belum sah secara formal. Ini adalah pain point yang nyata dan mendesak bagi dunia usaha.

Analisis Singkat Putusan Mahkamah Agung

Untuk memahami betapa krusialnya isu ini, mari kita telaah Putusan Mahkamah Agung Nomor 1951 K/Pdt/2017 tanggal 3 Oktober 2017. Putusan tersebut menjadi salah satu preseden penting yang menegaskan prinsip kepastian hukum dan publisitas dalam perubahan pengurus perseroan.

Dalam kasus tersebut, Penggugat (H. Sutarno) menggugat Para Tergugat (Ir. Wirya Latumena dan Oo Iskandar) terkait statusnya sebagai Direktur dan pemegang saham PT Panca Guna Teknik. Penggugat mendalilkan bahwa ia masih merupakan Direktur yang sah berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS Luar Biasa Nomor 12 tanggal 25 Juni 2008. Sementara itu, Para Tergugat berdalih bahwa Penggugat telah mengundurkan diri dan melepaskan sahamnya berdasarkan RUPS tanggal 20 Maret 2012 dan Surat Pernyataan tanggal 9 April 2012. Terkait dengan perkara tersebut Mahkamah Agung, dalam pertimbangannya, secara tegas menyatakan:

“Bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (5) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa Perubahan Anggaran Dasar yang tidak dimuat dalam Berita Acara Rapat yang dibuat Notaris harus dinyatakan dalam Akta Notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS, kenyataannya tidak ada RUPS atau RUPS-LB yang dibuat Notaris yang isinya mengenai perubahan bahwa Penggugat sudah tidak lagi sebagai direktur PT tersebut, dengan demikian maka Penggugat sampai sekarang masih menjadi Direktur PT Panca Guna Teknik, oleh karenanya perbuatan Para Tergugat tersebut adalah perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat, sehingga Para Tergugat wajib membayar ganti rugi kepada Penggugat sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti.”

Putusan tersebut secara gamblang menunjukkan bahwa keputusan RUPS saja tidak cukup. Ada kewajiban hukum yang melekat untuk menuangkan perubahan tersebut dalam akta notaris dan melakukan pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (5) dan (6) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Kelalaian dalam memenuhi formalitas hukum tersebut berakibat pada tidak sahnya perubahan pengurus secara hukum, bahkan jika adanya keberatan dari pihak tertentu terhadap perbuatan pengurus yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan pengurus tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Hal tersebut adalah penegasan prinsip formele rechtszekerheid (kepastian hukum formal) yang tidak bisa ditawar.

BACA:  Legal Action Prematur, Untung Tak Di Dapat, Rugi Berkali Lipat

Risalah RUPS Internal vs. Akta Notaris RUPS

Tabel ini membedah perbedaan antara keputusan RUPS perubahan pengurus yang hanya terdokumentasi dalam risalah internal dengan keputusan RUPS yang telah dinyatakan dalam Akta Notaris.
Aspek Perbandingan
Risalah RUPS Internal
(Tanpa Akta Notaris)
RUPS Dinyatakan
dengan Akta Notaris
Dasar Hukum
UU PT No. 40/2007 (Pasal 90)
UU PT No. 40/2007 (Pasal 21, 88, 91), UU Jabatan Notaris, KUHPerdata (Pasal 1868)
Sifat & Kekuatan
Internal & Terbatas. Mengikat organ perseroan (direksi, komisaris, pemegang saham) yang hadir atau setuju. Kekuatan pembuktiannya sebagai akta di bawah tangan.
Eksternal & Otentik. Mengikat perseroan dan pihak ketiga. Merupakan alat bukti hukum yang sempurna dan memberikan kepastian hukum.
Tujuan Utama
Mendokumentasikan jalannya rapat dan hasil pemungutan suara untuk keperluan internal.
Memberikan legalitas formal, memberitahukan perubahan pada otoritas (Kemenkumham), dan melindungi kepentingan pihak ketiga yang bertransaksi dengan perusahaan.
Konsekuensi Hukum
Risiko Tinggi. Perubahan Anggaran Dasar (seperti susunan direksi) dianggap tidak pernah terjadi secara hukum. Berpotensi menjadi dasar gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).
Kepastian Hukum. Perubahan sah dan diakui negara. Tindakan hukum yang dilakukan oleh direksi baru menjadi sah dan mengikat perseroan.
Kewajiban Menyatakan Dengan Akta Notaris
Tidak semua hasil RUPS wajib dinotariskan, namun sangat berisiko untuk perubahan strategis.
Wajib untuk perubahan Anggaran Dasar, dan harus dibuat paling lambat 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS (Pasal 21 ayat 5 UU PT).
  • Asas Kepastian Hukum (Rechtszekerheid): Putusan MA di atas sangat menekankan asas kepastian hukum. Perubahan pengurus yang tidak dinotarilkan dan sampaikan ke instansi berwenang akan menciptakan ketidakpastian hukum, baik bagi internal perseroan maupun pihak ketiga yang berinteraksi dengannya. Tanpa formalitas tersebut, status hukum seseorang sebagai direktur atau komisaris menjadi rentan digugat, termasuk pula keputusan dan/atau perbuatannya.
  • Asas Publisitas: Pemberitahuan akta notaris perubahan pengurus ke Kementerian Hukum dan HAM merupakan bentuk publisitas. Ini penting agar pihak ketiga dapat mengetahui secara pasti siapa yang berwenang mewakili perseroan. Tanpa publisitas, pihak ketiga berpotensi dirugikan dan perseroan tidak dapat berdalih atas ketidaktahuan pihak ketiga.
  • Asas Itikad Baik (Goede Trouw): Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam pertimbangan MA, asas itikad baik relevan. Pihak yang mengklaim perubahan pengurus telah terjadi namun tidak memenuhi formalitas hukum dapat dianggap tidak beritikad baik dalam menjalankan kewajiban hukumnya.
  • Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT): Pasal tersebut adalah landasan utama dari putusan MA di atas. ketentuan tersebut secara eksplisit mewajibkan perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam berita acara rapat secara notaril, harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS. Meskipun perubahan pengurus tidak termasuk perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan, namun perubahan data perseroan tetap perlu dinyatakan dalam akta notaris.
  • Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): Pasal ini menegaskan bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Akta notaris adalah salah satu bentuk akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna.

Solusi Praktis

Melihat kompleksitas dan implikasi hukum dari ketentuan di atas sebagaimana termuat dalam Putusan Mahkamah Agung, jelas bahwa para pebisnis dan pemilik perseroan tidak bisa lagi menganggap remeh proses membuat atau menyatakan secara notaril terkait perubahan pengurus. Hal tersebut bukan sekadar prosedur administratif, melainkan fondasi kepastian hukum yang melindungi seluruh pemangku kepentingan. Bagaimana perseroan dapat menerapkan hal tersebut dalam operasionalnya? berikut usulan solusi praktis:

  1. Proaktif dalam Kepatuhan: Jangan menunggu sengketa muncul. Segera setelah RUPS memutuskan perubahan pengurus, jadwalkan untuk membuat pernyataan secara notaril termasuk tahap pemberitahuan. Batas waktu 30 hari bukanlah saran, melainkan kewajiban yang diatur dalam Pasal 21 ayat (5) dan (6) UU PT.
  2. Edukasi Internal: Pastikan seluruh manajemen, terutama sekretaris perusahaan dan/atau bagian legal, memahami pentingnya proses ini. Kesadaran hukum merupakan langkah pertama menuju kepatuhan.
  3. Audit Legal Berkala: Lakukan audit legal secara rutin untuk memastikan seluruh data perseroan, termasuk susunan pengurus, telah diberitahukan dan sesuai dengan kondisi terkini. Ini akan membantu mengidentifikasi potensi risiko sejak dini.
  4. Dokumentasi Lengkap: Simpan seluruh dokumen terkait RUPS, berita acara, dan akta notaris perubahan pengurus dengan rapi dan aman. Ini akan menjadi bukti kuat jika terjadi sengketa di kemudian hari.
  5. Konsultasi Pengacara Perusahaan: Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan pengacara yang berpengalaman dengan dalam hukum perseroan. Pencegahan selalu lebih baik daripada mengatasi permasalahan setelah terjadinya sengketa hukum.
BACA:  Melaporkan Dugaan Tindak Pidana, Hak Warga Negara

Amankan Masa Depan Perseroan

Memastikan kepastian hukum dalam setiap aspek operasional perseroan adalah investasi, bukan biaya. Kelalaian membuat atau menyatakan perubahan pengurus dalam akta notaris termasuk pemberitahuannya kepada instansi berwenang dapat berujung pada sengketa hukum yang panjang, memakan banyak waktu dan energi, serta biaya yang jauh lebih besar daripada menerapkan kepatuhan sejak awal.

Jangan biarkan ketidakpastian hukum menghantui pengelolaan bisnis Anda. Ercolaw berpengalaman dan memiliki pemahaman mendalam tentang hukum perseroan, siap membantu Anda menavigasi kompleksitas tata kelola perseroan. Kami siap memastikan perubahan dalam struktur perusahaan aman secara hukum, memberikan Anda ketenangan pikiran untuk fokus pada pertumbuhan bisnis.

Butuh panduan lebih lanjut atau menghadapi sengketa perseroan yang rumit? Tim pengacara berpengalaman di Ercolaw siap membantu Anda menavigasi kompleksitas hukum dan memperjuangkan hak-hak Anda. Hubungi Ercolaw sekarang untuk konsultasi !


Disclaimer: Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi hukum secara umum dan bukan merupakan nasihat hukum. Setiap tindakan hukum harus didasarkan pada konsultasi dengan profesional hukum yang kompeten yang telah menganalisis fakta spesifik kasus Anda.


Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :