Wanprestasi Pemegang Saham

Wanprestasi Pemegang Saham yang Tidak Menyetorkan Modal Perseroan

Bagikan :

Dalam pendirian perseroan terbatas (PT), penyetoran modal oleh para pemegang saham bukan hanya formalitas, tetapi merupakan suatu kewajiban hukum. Kewajiban tersebut bertujuan untuk memastikan perseroan memiliki modal awal yang cukup untuk menjalankan kegiatan usahanya. Meski demikian, tidak sedikit kenyataan bahwa pemegang saham gagal memenuhi kewajiban tersebut, yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi PT dan pemegang saham lainnya. Artikel ini membahas kasus konkret terkait wanprestasi akibat tidak disetorkannya modal, dasar hukum yang mendasarinya, implikasi hukum dan langkah pencegahan yang dapat diambil.


Dasar Hukum dan Contoh Kasus

Dalam hukum perseroan terbatas di Indonesia, ketentuan mengenai penyetoran modal oleh pemegang saham diatur dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2) UU 40/2007  (UUPT) yang pada pokoknya menentukan 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh, serta dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Umumnya, untuk memenuhi ketentuan tersebut, para pemegang saham bersepakat mengenai besaran kontribusi masing – masing yang akan menjadi modal ditempatkan dan disetor dalam perseroan terbatas. Berkaitan dengan itu, dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap kesepakatan tersebut, maka secara hukum dapat dikualifikasi sebagai wanprestasi (cidera janji) sebagaimana Pasal 1238 KUH Perdata.

Salah satu contoh kasus yang memberikan gambaran terkait hal tersebut adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 2713 K/Pdt/2008 tanggal 21 April 2009. Dalam perkara tersebut, Penggugat menggugat Tergugat I dan Tergugat II yang tidak menyetorkan modal sekalipun telah ada kesepakatan pendirian suatu perseroan terbatas.

Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya menyatakan:

*“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat, bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II telah dibuat kesepakatan untuk menyetor modal/saham guna mendirikan Perseroan Terbatas (PT), akan tetapi Tergugat I dan Tergugat II tidak menyetorkan modalnya/sahamnya, sedangkan Penggugat sudah menyetorkan modalnya/sahamnya;
  2. Bahwa dengan demikian Tergugat I dan Tergugat II terbukti telah melakukan wanprestasi.“*

Putusan tersebut menegaskan ketidakpatuhan pemegang saham dalam memenuhi kewajiban penyetoran modal yang telah disepakati merupakan pelanggaran kontraktual dan dapat menjadi dasar gugatan pemegang saham lain yang dirugikan.


Implikasi Hukum

1. Konsekuensi Pihak yang Wanprestasi

Pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum secara perdata, dengan gugatan wanprestasi untuk meminta pengadilan memaksa pihak yang bersangkutan memenuhi kewajibannya atau memberikan ganti rugi.

2. Dampak Operasional Perseroan

Ketidakpatuhan ini dapat menghambat operasional perseroan karena modal yang dijanjikan tidak tersedia untuk mendukung kegiatan usaha. Selain itu, ketidakseimbangan dalam penyetoran modal dapat menciptakan ketegangan dan konflik di antara para pemegang saham.

3. Risiko Pailit atau Likuidasi 

Apabila konflik antar-pemegang saham tidak diselesaikan, perseroan berisiko menghadapi gugatan pailit atau pembubaran. Hal ini tentu akan merugikan seluruh pihak yang terlibat, termasuk karyawan dan mitra bisnis.


Pencegahan:

Untuk mencegah terjadinya sengketa serupa, sangat penting bagi para pendiri perseroan menyusun perjanjian pemegang saham (shareholders agreement) secara jelas dan tegas. Perjanjian ini harus memuat:

  1. Ketentuan Penyetoran Modal: Besaran modal yang harus disetor oleh masing-masing pemegang saham dan tenggat waktu penyetoran.
  2. Sanksi atas Wanprestasi: Pengenaan denda, implikasi hukum terhadap hak suara maupun hak pemegang saham karena wanprestasi, dan implikasi lainnya.
  3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa: Penunjukan forum penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan, lembaga arbitrase atau mediasi untuk menyelesaikan perselisihan secara cepat dan efektif.

Kesimpulan:

Pemegang saham yang tidak menyetorkan modal dalam perseroan terbatas sesuai kesepakatan, dapat dianggap melakukan wanprestasi. Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2713 K/Pdt/2008 menjadi contoh konkret bagaimana pengadilan menegakkan hak pemegang saham yang dirugikan. Untuk meminimalkan risiko sengketa, pendiri perseroan perlu merancang perjanjian pemegang saham yang kuat dan berkomitmen menjalankan kewajiban sesuai hukum. Jika Anda menghadapi situasi serupa atau membutuhkan bantuan hukum terkait pendirian PT, penyusunan perjanjian pemegang saham, atau penyelesaian sengketa, Ercolaw Firm siap memberikan solusi terbaik. Hubungi kami untuk konsultasi lebih lanjut.

Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :