Ramai pemberitaan sejak awal Januari 2020 mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 telah menimbulkan beragam interpretasi. Putusan ini menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia tidak boleh dilakukan secara sepihak oleh kreditur tanpa melalui pengadilan, kecuali dalam kondisi tertentu. Keputusan ini berdampak signifikan pada perusahaan pembiayaan (leasing) dan konsumen. Mari kita pahami lebih jauh implikasi putusan tersebut terhadap praktik eksekusi jaminan fidusia di Indonesia.
Dasar Hukum dalam UU Fidusia
Norma yang diuji oleh MK dalam Putusan No. 18/PUU-XVII/2019 berasal dari Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Berikut adalah kutipan pasal yang menjadi sorotan:
- Pasal 15 ayat (2)
Sertifikat Jaminan Fidusia … mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Pasal 15 ayat (3)
Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda … atas kekuasaannya sendiri.
MK menafsirkan frasa seperti “kekuatan eksekutorial” dan “cidera janji” untuk memberikan kejelasan hukum terkait eksekusi jaminan fidusia.
Poin Penting dalam Putusan MK
Putusan MK menyatakan bahwa:
- Eksekusi Harus Melalui Pengadilan
Jika tidak ada kesepakatan mengenai cidera janji, kreditur harus mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mengeksekusi objek jaminan fidusia. - Cidera Janji Tidak Sepihak
Cidera janji harus berdasarkan kesepakatan antara debitur dan kreditur atau keputusan pengadilan. - Perlindungan Debitur
MK menegaskan pentingnya keseimbangan posisi hukum antara debitur dan kreditur untuk menghindari tindakan sewenang-wenang.
Dampak Praktis bagi Perusahaan Leasing
Berdasarkan putusan ini, perusahaan leasing harus:
- Mengatur Klausul Kontrak
Pastikan kontrak fidusia mencakup klausul penyerahan sukarela jika terjadi wanprestasi. - Menghindari Eksekusi Sepihak
Selalu berkoordinasi dengan pengadilan jika debitur tidak menyerahkan objek jaminan secara sukarela. - Menyediakan Informasi Jelas
Edukasi kepada debitur tentang hak dan kewajiban dalam perjanjian fidusia untuk mencegah konflik.
Solusi atas Kendala Eksekusi
Apabila debitur keberatan menyerahkan objek jaminan meskipun cidera janji telah disepakati, kreditur tetap dapat:
- Mengajukan Permohonan Eksekusi
Kreditur dapat memanfaatkan prosedur hukum di pengadilan negeri sesuai Pasal 29-31 UU Fidusia. - Memastikan Kepatuhan Kontrak
Pastikan klausul kontrak telah memenuhi asas keseimbangan dan proporsionalitas antara hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Kesimpulan
Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 mempertegas perlindungan hukum bagi debitur dalam jaminan fidusia. Meski demikian, kreditur tetap memiliki hak eksekusi selama prosedur hukum dipenuhi. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memahami putusan ini agar pelaksanaan eksekusi berjalan sesuai hukum dan menjunjung asas keadilan. Dengan memahami implikasi hukum dari putusan ini, perusahaan pembiayaan dapat lebih siap mengelola risiko dalam eksekusi jaminan fidusia. Temukan solusi praktis dan legal dengan membaca lebih lanjut di situs kami.
Newsletter: Vol. 2, No. 3, January 2020 | www.ercolaw.com, (C) Copyright By Erlangga Kurniawan. All Rights Reserved
Artikel ini tidak termasuk bentuk layanan hukum kepada siapapun dan hanya berupa informasi umum tentang hukum dan/atau peraturan terbaru. Kami tidak bertanggungjawab terhadap segala bentuk keputusan/tindakan yang menggunakan informasi dalam artikel ini. Informasi lebih lanjut mengenai artikel ini, atau konsultansi masalah hukum lainnya dapat menghubungi Erco Law Firm. Dengan membaca artikel dan pembatasan ini dan atau mengakses website Erco Law Firm, anda mengakui dan sepenuhnya setuju dengan isi dan pembatasan ini.
“LEASING”-MASIH-BISA-TARIK-ASET-ANOTASI-PUTUSAN-FIDUSIA