Penolakan Klaim Yang Merugikan Konsumen Asuransi

Bagikan :

Pernahkah membayangkan, orang tua Anda telah membayar premi asuransi jiwa dengan penuh disiplin setiap bulannya hingga bertahun – tahun. Kemudian, saat orang tua Anda sebagai tertanggung meninggal dunia dan Anda mengajukan klaim, perusahaan asuransi justru menolak. Bahkan lebih buruk lagi, mereka membatalkan polis asuransi orang tua Anda secara sepihak, dengan alasan adanya ketidaksesuaian data. Permasalahan tersebut bukan sekadar kesalahan administratif. Ini jelas bentuk nyata dari ketidakadilan, dan dalam banyak kasus telah dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Dalam praktiknya, fenomena penolakan klaim seperti yang kami tangani sebelumnya dalam putusan nomor 17/Pdt.G.S/2021/PN Jkt.Pst maupun putusan PT Jakarta Nomor 385/PDT/2022/PT DKI, termasuk pembatalan sepihak polis asuransi lumayan sering terjadi, dan sayangnya masih dianggap wajar oleh sebagian pelaku industri asuransi. Padahal, hukum positif Indonesia sudah memberikan batas yang sangat tegas mengenai penolakan klaim dan kapan sebuah polis dapat dibatalkan secara sah. Dan ketika batas itu dilanggar, konsumen berhak melawan secara hukum.

Praktik Penolakan Klaim yang Merugikan Konsumen

Sengketa terkait penolakan klaim dan pembatalan polis terus meningkat. Salah satunya dapat dipelajari dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 5871 K/Pdt/2024. Dalam perkara tersebut, ahli waris almarhumah Masli Samosir mengajukan klaim kepada PT AIA Financial senilai Rp500 juta. Klaim tersebut ditolak oleh perusahaan asuransi dengan alasan adanya dugaan informasi palsu pada formulir aplikasi asuransi, dan karena itu, PT AIA membatalkan polis secara sepihak. Meski demikian, Mahkamah Agung menilai bahwa tindakan pembatalan sepihak oleh PT AIA tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum (PMH). Dalam pertimbangannya, MA memberikan pertimbangan hukum pada pokoknya :

“…Bahwa dengan telah meninggal dunianya Tertanggung Almarhumah Masli Samosir sehingga ahli warisnya dalam hal ini Penggugat Nike Hasibuan telah pula mengajukan klaim asuransinya Tertanggung tersebut kepada PT AIA Finacial sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) namun ditolak;

Bahwa pihak asuransi PT AIA Financial tidak mau mencairkan atau mengabulkan klaim asuransi yang diajukan oleh Penggugat tersebut dengan alasan antara lain surat pengajuan asuransi jiwa yang ditandatangani oleh Penggugat pada tanggal 30 Maret 2021, tentang data pribadi calon tertanggung dan data pribadi calon pemegang polis, berbeda dengan fakta sebagaimana laporan hasil investigasi dari PT Deswa Invisco Multitama sehingga berbeda dengan keterangan dan informasi yang diberikan Penggugat oleh karena itu Tergugat telah menolak klaim yang diajukan Penggugat tersebut;

Bahwa dengan demikian terbukti adanya pembatalan oleh Tergugat secara sepihak terhadap polis asuransi dari PT AIA Financial dengan Nomor Polis 36796479, atas nama Masli Samosir yang merupakan perbuatan melawan hukum.”

Putusan tersebut menjadi preseden penting yang memperkuat posisi hukum konsumen dalam menghadapi dominasi korporasi asuransi yang kerap menafsirkan klausul secara sepihak dan merugikan tertanggung.

BACA:  Gugatan Kontraktor Salah Strategi, Mau Untung Malah Rugi

Pembatalan Polis & Penolakan Klaim

Sengketa dalam kasus di atas sebenarnya tidak lepas dari bagaimana perusahaan asuransi menafsirkan adanya cacat tersembunyi (hidden defect) pada data tertanggung. Namun, pendekatan ini harus dibaca secara hati-hati menurut hukum yang berlaku, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Jo. UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK
    Menegaskan bahwa perusahaan asuransi selaku Pelaku Usaha Sektor Keuangan wajib menjalankan prinsip transparansi, itikad baik, dan tidak boleh menyalahgunakan ketidaktahuan konsumen (vide Pasal 227 dan 228).
  2. UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK
    Mengatur penguatan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, termasuk keharusan adanya mekanisme keberatan dan penyelesaian sengketa yang adil dan transparan.
  3. KUHPerdata (Pasal 1328, 1266 & 1338)
    Menyebutkan bahwa suatu perjanjian batal demi hukum apabila terdapat penipuan atau rekayasa informasi dalam tahap konsensus. Namun, pembatalan tersebut harus melalui mekanisme pengadilan atau persetujuan kedua belah pihak, bukan secara sepihak.

Dengan kata lain, pembatalan sepihak tanpa proses hukum yang adil adalah cacat hukum, dan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana Pasal 1365 KUHPerdata yang mengatur sesuai kutipan berikut: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut

Perlindungan Konsumen Asuransi

Perlindungan konsumen asuransi juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian Undang-Undang Perasuransian dalam hal ini Pasal 251 KUHD. Sebagaimana diungkapkan dalam artikel dari website MK, MK menegaskan bahwa perlindungan terhadap konsumen merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945. MK menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk memastikan konsumen asuransi mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Termasuk dalam hal ini adalah perlindungan terhadap praktik-praktik tidak adil seperti penolakan klaim dan pembatalan polis secara sepihak. Senada dengan itu, ahli maupun pengamat Irvan Rahardjo dan Dedi Kristianto sebagaimana di jelaskan pada Artikel Kompas pada pokoknya menyoroti pentingnya industri asuransi untuk berbenah pasca putusan MK. Industri asuransi perlu meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan praktik bisnis yang adil untuk mengembalikan kepercayaan konsumen.

BACA:  JIWASRAYA MERUGI, MANTAN DIREKSI MASUK BUI?

Langkah Strategis Konsumen Asuransi

Berdasarkan analisis kasus dan regulasi yang berlaku, berikut langkah-langkah strategis yang harus dilakukan konsumen asuransi:

Sebelum Membeli Polis:

  1. Pahami Detail Polis: Baca dan pahami seluruh ketentuan polis, termasuk pengecualian, masa tunggu, dan syarat-syarat klaim.
  2. Isi Formulir dengan Jujur: Berikan informasi yang akurat dan lengkap pada formulir aplikasi, terutama mengenai riwayat kesehatan.
  3. Minta Penjelasan Agen: Pastikan agen asuransi menjelaskan secara detail ketentuan polis dan catat nama agen serta waktu penjelasan diberikan.
  4. Simpan Seluruh Dokumen: Arsipkan seluruh dokumen terkait pembelian polis, termasuk proposal, ilustrasi manfaat, dan bukti pembayaran premi.

Ketika Klaim Ditolak:

  1. Minta Penjelasan Tertulis: Dapatkan alasan penolakan klaim secara tertulis dan detail.
  2. Ajukan Keberatan: Kirimkan surat keberatan dengan disertai bukti-bukti pendukung.
  3. Mediasi OJK: Manfaatkan Layanan Konsumen OJK untuk mediasi sengketa dengan perusahaan asuransi.
  4. Konsultasi Hukum: Berkonsultasilah dengan pengacara yang berpengalaman dalam menangani sengketa asuransi.
  5. Gugatan Perdata: Jika upaya mediasi gagal, ajukan gugatan perdata mengenai perbuatan melawan hukum atau wanprestasi (analisis substansi permasalahannya).

Cacat Tersembunyi dalam Kontrak Asuransi

Salah satu isu penting dalam kasus penolakan klaim adalah konsep “cacat tersembunyi” dalam kontrak asuransi. Perusahaan asuransi sering menggunakan alasan ini untuk menolak klaim. Namun, perlu dipahami bahwa:

  1. Beban Pembuktian: Perusahaan asuransi yang harus membuktikan adanya cacat tersembunyi, bukan konsumen.
  2. Periode Contestable: Perusahaan asuransi umumnya hanya dapat membatalkan polis berdasarkan ketidakbenaran informasi dalam periode contestable (biasanya 2 tahun pertama).
  3. Prinsip Proporsionalitas: Ketidaksesuaian informasi harus material dan relevan dengan risiko yang diasuransikan.
  4. Kewajiban Underwriting: Perusahaan asuransi memiliki kewajiban untuk melakukan underwriting secara menyeluruh sebelum menerbitkan polis.

Reformasi Industri Asuransi

Putusan MA dalam kasus Nike Hasibuan vs PT AIA Financial harus menjadi momentum bagi reformasi industri asuransi di Indonesia. Beberapa langkah yang perlu diambil antara lain:

  1. Transparansi Informasi: Perusahaan asuransi harus meningkatkan transparansi dalam produk, proses underwriting, dan prosedur klaim.
  2. Edukasi Konsumen: OJK dan asosiasi asuransi perlu meningkatkan edukasi konsumen mengenai hak-hak mereka.
  3. Penguatan Pengawasan: OJK harus memperketat pengawasan terhadap praktik-praktik tidak adil dalam industri asuransi.
  4. Standarisasi Kontrak: Penyederhanaan dan standarisasi kontrak asuransi untuk memudahkan pemahaman konsumen.
  5. Pengembangan Dispute Resolution System: Pembentukan sistem penyelesaian sengketa yang efektif, cepat, dan berbiaya rendah.
BACA:  Pengacara Khusus PMH dan Hak Intelektual di Jakarta

Membangun Keadilan dalam Industri Asuransi

Putusan Mahkamah Agung dalam kasus Nike Hasibuan vs PT AIA Financial memberikan titik terang bagi perlindungan konsumen asuransi. Penolakan Klaim dan Pembatalan polis secara sepihak dengan alasan cacat tersembunyi telah dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Putusan tersebut harus menjadi preseden dalam upaya membangun industri asuransi yang lebih adil dan transparan.

Konsumen asuransi perlu memahami hak-hak mereka dan langkah-langkah hukum yang dapat diambil ketika menghadapi penolakan klaim yang tidak adil. Di sisi lain, perusahaan asuransi perlu mengevaluasi kembali praktik bisnis mereka untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip keadilan dan itikad baik. Pada akhirnya, industri asuransi yang sehat dan adil akan memberikan manfaat bagi semua pihak. Konsumen akan mendapatkan perlindungan yang mereka bayar, dan perusahaan asuransi akan memperoleh kepercayaan yang lebih besar dari masyarakat.

Butuh bantuan hukum terkait klaim asuransi Anda yang ditolak? Tim pengacara berpengalaman Ercolaw siap memberikan konsultasi hukum profesional untuk melindungi hak-hak Anda sebagai konsumen asuransi. Hubungi Kami untuk konsultasi awal. Bagikan artikel ini kepada rekan, kolega, atau keluarga Anda yang mungkin sedang menghadapi masalah serupa. Satu wawasan sederhana ini bisa menyelamatkan hak klaim yang sah secara hukum.


Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :