Penipuan atau Wanprestasi

Kerjasama Investasi Gagal: Penipuan atau Wanprestasi?

Bagikan :

Kerjasama investasi memang menawarkan potensi keuntungan besar, tetapi risiko kegagalan juga tak bisa dihindari. Ketika hal tersebut terjadi, tak sedikit pihak yang merasa dirugikan melaporkan kasusnya ke polisi dengan tuduhan penipuan. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua kasus kegagalan investasi dapat diselesaikan melalui jalur pidana? Artikel ini akan membahas secara komparatif bagaimana hukum membedakan penipuan dan wanprestasi, serta mengapa pemahaman yang tepat sangat dibutuhkan untuk menghindari peradilan sesat. Dengan pendekatan konstruktif, kami menawarkan solusi terbaik bagi Anda yang sedang menghadapi masalah tersebut.


Penipuan vs. Wanprestasi:

Salah satu kesalahan terbesar dalam penyelesaian sengketa investasi adalah ketidaktepatan memahami apakah masalah tersebut merupakan tindak pidana penipuan atau wanprestasi (ingkar janji) yang sifatnya perdata. Kesalahan ini kerap kali berujung pada laporan pidana yang sebenarnya tidak sesuai, menciptakan kerancuan hukum dan potensi peradilan sesat.

Penipuan (Pidana): Niat Jahat Ada Sejak Awal

Penipuan terjadi ketika salah satu pihak sejak awal memiliki mens rea (niat jahat) untuk menipu pihak lain melalui tipu muslihat atau kebohongan. Contohnya dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 960 K/Pid/2016 tanggal 29 November 2016, di mana Terdakwa membujuk korban untuk memberikan pinjaman uang, tetapi sejak awal sudah memiliki niat buruk untuk tidak mengembalikannya.

Dalam kasus tersebut, Mahkamah Agung menemukan bahwa:

  • Tempus delicti (waktu terjadinya kejahatan) adalah sebelum perjanjian dibuat. Terdakwa telah melakukan rangkaian kebohongan untuk mendapatkan pinjaman, kemudian baru membuat akta pengakuan utang setelah uang diterima.
  • Hal ini menunjukkan adanya unsur pidana karena niat jahat telah ada sebelum perjanjian ditandatangani.

Wanprestasi (Perdata): Masalah Muncul Setelah Perjanjian Berjalan

Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya dalam perjanjian, tanpa adanya unsur niat jahat. Hal ini ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1403 K/Pid/2023 tanggal 30 November 2023, di mana Mahkamah Agung menyatakan bahwa kegagalan Terdakwa mengembalikan uang investasi bukan merupakan penipuan, melainkan wanprestasi.

Dalam kasus tersebut, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa:

  • Terdakwa menggunakan uang investasi untuk kepentingan bisnis (penyewaan tenan di Mall Artha Gading) dan bukan untuk keuntungan pribadi.
  • Faktor-faktor eksternal, seperti pandemi COVID-19 dan bencana banjir, mengakibatkan kerugian yang membuat Terdakwa tidak dapat mengembalikan investasi tepat waktu.
  • Tidak ada niat buruk atau tipu muslihat dari Terdakwa saat perjanjian dibuat.

Mengapa Jalur Pidana Tidak Selalu Tepat untuk Sengketa Investasi?

Penggunaan jalur pidana untuk menyelesaikan sengketa investasi yang sebenarnya berakar pada wanprestasi sering kali kontraproduktif. Beberapa alasan mengapa jalur pidana tidak selalu tepat adalah:

  1. Kriminalisasi Utang Piutang Melanggar HAM
    Menyelesaikan sengketa perdata melalui laporan pidana berisiko terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam 19 ayat 2 UU 39/1999, seperti contoh dalam Putusan MA Nomor 1403 K/Pid/2023. Mahkamah Agung menegaskan bahwa penggunaan jalur pidana pada kasus wanprestasi adalah kesalahan.
  2. Menghambat Proses Penyelesaian Sengketa
    Proses pidana sering kali memakan waktu lebih lama karena terkendala beberapa faktor antara lain Undue delay, sementara penyelesaian melalui jalur perdata, seperti gugatan wanprestasi, dapat memberikan kepastian atas waktu penyelesaian, solusi yang lebih fleksibel, adil dan cepat.
  3. Efek Psikologis dan Reputasi
    Penggunaan jalur pidana yang tidak tepat dapat merusak reputasi pihak yang dilaporkan secara permanen, meskipun akhirnya dinyatakan tidak bersalah.

Pendekatan Hukum untuk Sengketa Investasi

Jika Anda menghadapi kegagalan dalam kerjasama investasi, berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan sengketa secara efektif dan sesuai hukum:

  1. Lakukan Analisis Substansi Hukum
    Pelajari latar belakang permasalahan: Apakah pihak lain benar-benar memiliki niat jahat sejak awal, atau masalah baru muncul setelah perjanjian berjalan? Konsultasikan dengan pengacara untuk memastikan langkah hukum yang diambil sudah tepat.
  2. Gunakan Mediasi atau Arbitrase
    Mediasi dan arbitrase adalah alternatif penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan proses pengadilan. Langkah ini juga sering kali lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak, baik dari segi waktu maupun biaya.
  3. Ajukan Gugatan Perdata Jika Perlu
    Jika mediasi tidak membuahkan hasil, maka langkah yang tepat adalah mengajukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi. Pengadilan akan menilai apakah pihak yang dianggap bersalah telah melanggar kewajibannya sesuai perjanjian.
  4. Hindari Jalur Pidana yang Tidak Tepat
    Sebelum melaporkan suatu kasus ke kepolisian, pastikan bahwa masalah tersebut memang memenuhi unsur pidana, seperti adanya rangkaian kebohongan dan/atau tipu muslihat sejak awal.

Kesimpulan: 

Pemahaman yang tepat tentang perbedaan antara penipuan dan wanprestasi sangat penting untuk menyelesaikan sengketa investasi dengan adil dan efektif. Kasus-kasus seperti yang tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1403 K/Pid/2023 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya memilih jalur hukum yang sesuai, guna menghindari peradilan sesat dan menciptakan penyelesaian yang konstruktif. Sebagai firma hukum yang telah berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa investasi, ERCO Law Firm siap membantu Anda dalam menganalisis masalah hukum dan mengambil langkah terbaik. Dengan pendekatan profesional dan berorientasi pada solusi, kami berkomitmen untuk memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi klien kami. Jangan ragu untuk menghubungi kami untuk konsultasi lebih lanjut (erlangga).


Bagikan :