Fraud dan Penggelapan

Pembayaran Tidak Sesuai SOP Celah Penggelapan dalam Jabatan

Bagikan :

Standar Operasional Prosedur(SOP) sering kali dianggap sebagai formalitas belaka. meski demikian, ketika SOP diabaikan, risiko hukum yang mengintai bisa sangat merugikan perusahaan. Salah satu contoh nyata adalah kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1455 K/Pid/2013, di mana pelanggaran SOP dalam proses pembayaran berujung pada vonis penggelapan dalam jabatan. Kasus ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tetapi juga membuka tabir bagaimana fraud terjadi di balik layar, sesuai dengan konsep Fraud Triangle.

Kasus yang bergulir hingga Mahkamah Agung ini melibatkan terdakwa yang melakukan transaksi penjualan aspal drum tanpa mengikuti SOP yang berlaku, yaitu tanpa disertai purchase order (PO). Terdakwa menerima pembayaran sebesar Rp986 juta secara langsung ke rekening pribadinya, yang mengakibatkan kerugian perusahaan hingga Rp743 juta.

Mahkamah Agung dalam putusannya menegaskan bahwa perbuatan terdakwa melanggar Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan. Hakim berpendapat bahwa meskipun terdakwa memiliki akses sah atas aset perusahaan karena jabatannya, penggunaan aset tersebut untuk kepentingan pribadi tanpa dasar hukum yang sah tetap merupakan tindak pidana. Lebih menarik lagi, dalam pertimbangan hukum, terungkap bahwa tidak ada alasan pembenar atau pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum perbuatan tersebut. Artinya, meskipun terdakwa berusaha membangun narasi pembelaan, fakta di lapangan menunjukkan adanya niat jahat (mens rea) yang tidak dapat disangkal.

1. Pelanggaran SOP bukan Sekadar Kesalahan

Pasal 374 KUHP mendefinisikan penggelapan dalam jabatan sebagai perbuatan mengambil barang milik orang lain yang berada dalam penguasaan pelaku karena jabatannya. Dalam konteks ini, pelanggaran SOP bukan sekadar kesalahan prosedural, melainkan indikasi adanya niat untuk menyalahgunakan wewenang.

Pembayaran tanpa SOP membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan, di mana individu dalam posisi kepercayaan tinggi bisa memanipulasi proses keuangan tanpa pengawasan yang memadai. Hal ini menjadi pintu masuk untuk menilai apakah ada unsur penggelapan dalam jabatan, khususnya jika tindakan tersebut merugikan keuangan perusahaan.

2. Memahami Motif dengan Fraud Triangle

Donald Cressey, seorang kriminolog, mengembangkan konsep Fraud Triangle yang menjelaskan tiga elemen utama penyebab terjadinya kecurangan: pressure (tekanan), opportunity (kesempatan), dan rationalization (rasionalisasi).

  • Pressure (Tekanan): Dalam banyak kasus, pelaku menghadapi tekanan finansial pribadi atau target bisnis yang sulit dicapai. Tekanan ini mendorong mereka mencari jalan pintas.
  • Opportunity (Kesempatan): Tidak adanya kontrol internal yang kuat, seperti pengawasan terhadap prosedur pembayaran, memberikan peluang untuk melakukan fraud. Dalam kasus ini, pembayaran tanpa PO menjadi contoh nyata bagaimana lemahnya kontrol menciptakan celah bagi kejahatan.
  • Rationalization (Rasionalisasi): Pelaku sering kali membenarkan tindakannya, misalnya dengan alasan “semua orang juga melakukannya” atau “saya hanya meminjam dan akan mengembalikan.” Dalam kasus terdakwa, upaya membangun narasi pembelaan menunjukkan adanya proses rasionalisasi ini.

3. Implikasi bagi Praktik Bisnis:

Kasus ini memberikan pelajaran penting bagi para pelaku bisnis, khususnya CEO, direktur, auditor, hingga divisi keuangan. Mengabaikan SOP bukan hanya meningkatkan risiko kerugian finansial, tetapi juga risiko hukum yang serius.

Beberapa langkah preventif yang dapat diambil:

  • Penguatan SOP: Pastikan semua transaksi keuangan mengikuti prosedur yang jelas dan terdokumentasi.
  • Audit Internal Berkala: Lakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi potensi pelanggaran lebih dini.
  • Pelatihan Etika Bisnis: Edukasi karyawan tentang pentingnya integritas dalam menjalankan tugas mereka.

Kesimpulan:
Kasus dalam Putusan MA No. 1455 K/Pid/2013 menegaskan bahwa pelanggaran SOP bukan perkara kecil. Di balik kelalaian administratif, sering kali tersembunyi niat jahat yang dapat merugikan perusahaan secara signifikan. Dengan memahami konsep Fraud Triangle, kita dapat mengidentifikasi tanda-tanda awal kecurangan dan mengambil langkah pencegahan yang tepat. Jika perusahaan Anda menghadapi situasi serupa atau membutuhkan pendampingan hukum dalam menangani sengketa bisnis dan tindak pidana korporasi, konsultasikan segera dengan pengacara Jakarta Selatan yang berpengalaman. Ercolaw siap membantu Anda menavigasi kompleksitas hukum untuk melindungi kepentingan bisnis Anda.


Bagikan :