Owner wanprestasi pembayaran Kontraktor berhak tunda pekerjaan

Owner Telat Bayar, Kontraktor Berhak Tunda Pekerjaan

Bagikan :

Bisnis di bidang konstruksi adalah panggung pertaruhan tingkat tinggi. Modal besar, tenggat waktu ketat, dan kompleksitas teknis menjadi santapan sehari-hari. Meski demikian di tengah dinamika tersebut, satu momok yang sering menghantui para kontraktor adalah itikad buruk dari pihak pemberi kerja (owner), terutama saat pemenuhan kewajiban pembayaran. Beberapa permasalahan yang sering kali terjadi dan merugikan kontraktor dalam pelaksanaan pekerjaan yakni material sudah terpasang, pekerja sudah sebagian selesai, tetapi pembayaran yang dijanjikan Owner tidak jelas dengan berbagai alasan. Dalam kondisi tersebut, kontraktor pastinya akan menghadapi dilema, apakah terus bekerja dengan risiko kerugian yang membengkak, atau menghentikan pekerjaan dengan risko dianggap wanpretasi?

Disinilah pertarungan mendasar dari asas keadilan, asas keseimbangan hak dan kewajiban, serta integritas kontrak sebagai jantung dari setiap transaksi profesional. Sebagai praktisi yang berpengalaman menangani sengketa korporasi dan konstruksi, saya sering menyaksikan bagaimana kontraktor, baik skala kecil maupun besar, dilema dan terjepit dalam kondisi tersebut.

Dilema Kontraktor dan Ancaman Wanprestasi

Keterlambatan atau bahkan ketiadaan pembayaran dari owner bukan hanya mengganggu arus kas kontraktor. Dalam kondisi terburuk, bisa melumpuhkan kemampuan kontraktor dalam melanjutkan pekerjaan, membayar supplier, atau menggaji pekerjanya. Dalam posisi tertekan, sebagian kontraktor yang memilih menghentikan pekerjaan sementara, seringkali “diserang” dengan tuduhan wanprestasi oleh owner, seolah-olah penghentian pekerjaan adalah tindakan sepihak tanpa sebab. Owner yang “nakal” bahkan bisa memanfaatkan situasi tersebut untuk memutus kontrak sepihak dan mencari kontraktor lain, meninggalkan kontraktor dengan kerugian tanpa penjelasan.

Pain point ini sangat nyata dan seringkali berujung pada sengketa hukum yang panjang dan mahal. Banyak kontraktor merasa tidak berdaya, terjebak antara melanjutkan pekerjaan sambil “berdarah-darah” atau berhenti dan menghadapi risiko gugatan. Pertanyaannya, apakah hukum benar-benar tidak berdaya dalam kondisi tersebut? seperti apa perlindungan bagi kontraktor yang dihadapkan pada owner yang wanprestasi?

Putusan Mahkamah Agung No. 596 PK/Pdt/2016

Jawabannya tegas: ADA. Hukum tidak buta. Asas fundamental dalam hukum perjanjian, khususnya yang berkaitan dengan kontrak timbal balik, memberikan landasan kuat bagi perlindungan kontraktor. Salah satu manifestasi perlindungan tersebut adalah prinsip exceptio non adimpleti contractus (ENAC). Putusan tersebut mengafirmasi dan memberikan panduan secara konkret mengenai penerapan ENAC dalam sengketa konstruksi sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Nomor 596 PK/Pdt/2016 tanggal 11 Januari 2017. Putusan tersebut bukan sekadar angin segar, tapi jadi contoh konkrit perlindungan hukum bagi para kontraktor.

Mari kita bedah pertimbangan hukum dalam putusan tersebut:

  1. Bukti Novum yang Menentukan: Mahkamah Agung mengakui adanya bukti baru (novum) berupa Putusan Perkara Pidana Nomor 478 K/Pid/2014 yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan pidana tersebut, Para Termohon Peninjauan Kembali (Penggugat dalam perkara perdata, yaitu pihak owner) terbukti secara sah dan meyakinkan menyuruh melakukan pengrusakan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh Para Pemohon Peninjauan Kembali (Tergugat dalam perkara perdata, yaitu pihak kontraktor). Fakta pidana ini menjadi game changer, menunjukkan itikad buruk owner.

  2. Fakta Wanprestasi Owner: Bukti novum tersebut memiliki keterkaitan erat dengan Perjanjian Pemborongan Nomor 933/DBS/IV/2008. Mahkamah Agung menyoroti bahwa Penggugat I (owner) secara sepihak membatalkan perjanjian dengan dalih Tergugat I (kontraktor) tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kesepakatan. Padahal, fakta sesungguhnya adalah Penggugatlah yang telah wanprestasi karena tidak melakukan kewajiban pembayaran. Akibatnya, Tergugat terpaksa menghentikan pekerjaan proyek untuk sementara waktu demi menghindari kerugian yang lebih besar, setelah sebelumnya memberitahukan secara tertulis kepada Penggugat.

  3. Pengrusakan Sebagai Upaya Menghindari Kewajiban: Tindakan penghentian sementara oleh kontraktor tersebut justru disikapi owner dengan menyuruh orang lain melakukan perusakan terhadap barang-barang milik kontraktor, termasuk merusak bangunan/bagian bangunan yang telah dibangun. Tujuan owner jelas: menciptakan kondisi seolah-olah kontraktor wanprestasi dengan maksud membatalkan perjanjian dan menghindar dari kewajibannya membayar kepada kontraktor.

  4. Aplikasi Exceptio Non Adimpleti Contractus: Atas dasar pertimbangan di atas, Mahkamah Agung secara tegas menyatakan: “Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka perbuatan Para Tergugat/Para Pemohon Peninjauan Kembali yang menghentikan sementara pekerjaannya karena alasan tersebut bukan merupakan perbuatan yang bersifat wanprestasi (exceptio non adimpletis contractus).”

Kaidah hukum yang ditegakkan oleh Mahkamah Agung pada putusan tersebut yakni memberikan justifikasi hukum bagi kontraktor untuk menunda pelaksanaan kewajibannya pada saat owner lebih dulu melakukan wanprestasi / tidak memenuhi kewajibannya (melakukan pembayaran). Kaidah tersebut adalah inti dari exceptio non adimpleti contractus: hak untuk menolak memenuhi prestasi jika pihak lawan lebih dulu tidak memenuhi prestasinya yang jatuh tempo dalam perjanjian timbal balik.

BACA:  Sengketa Blacklist Pengadaan BUMN Kemana Harus di Selesaikan?

Prinsip ini berakar pada asas itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ketika owner tidak membayar sesuai kesepakatan, ia telah melanggar asas itikad baik, dan tidak adil untuk menuntut kontraktor terus berprestasi.

Lebih lanjut, dalam konteks hukum konstruksi, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, juga menekankan pentingnya pemenuhan hak dan kewajiban para pihak secara seimbang, termasuk hak Penyedia Jasa (kontraktor) untuk menerima pembayaran atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakannya.

Exceptio Non Adimpleti Contractus

Exceptio non adimpleti contractus (ENAC) adalah tangkisan atau eksepsi yang dapat diajukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian timbal balik yang menyatakan bahwa ia berhak menunda prestasinya selama pihak lawan belum melaksanakan prestasinya. Prinsip tersebut, diuraikan dalam berbagai literatur hukum, hal itu merupakan konsekuensi logis dari sifat saling ketergantungan dalam kontrak timbal balik. Adapun syarat penerapan ENAC antara lain:

  1. Adanya perjanjian/kontrak timbal balik.
  2. Pihak lawan melakukan wanprestasi lebih dulu (terlambat, tidak sesuai, atau tidak melaksankan).
  3. Prestasi yang ditunda pemenuhannya oleh pihak yang mengajukan ENAC, harus memiliki causalitas atau berkaitan langsung dengan prestasi pihak lawan yang belum dipenuhi.
  4. Penggunaan hak ENAC harus dilakukan dengan itikad baik dan tidak bertentangan dengan kepatutan.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas, mari kita bandingkan situasi di mana kontraktor menggunakan hak ENAC dengan situasi wanprestasi oleh kontraktor:

Perbandingan : Hak Tunda Prestasi (ENAC) Kontraktor vs. Wanprestasi Kontraktor

Aspek PerbandinganHak Tunda oleh Kontraktor
(Exceptio Non Adimpleti Contractus)
Wanprestasi Murni
Kontraktor
 

Pemicu Utama

Wanprestasi dari pihak Owner (Pemberi Kerja) – tidak melakukan pembayaran yang sudah jatuh tempo.Kelalaian, kesalahan, atau ketidakmampuan internal Kontraktor sendiri dalam memenuhi kewajiban kontraktualnya (misalnya, kualitas buruk, keterlambatan tanpa alasan sah, atau tidak memulai pekerjaan sama sekali).
Bentuk Tindakan KontraktorPenghentian atau penundaan sementara pelaksanaan pekerjaan/kewajibannya, sebagai tindakan reaktif.Kontraktor tidak memenuhi kewajiban kontrak akibat kelalaian dan/atau kesalahannya sendiri.

Justifikasi Kontraktor
Asas Itikad Baik (Pasal 1338 KUHPerdata), Asas Kepatutan dan Keadilan (Pasal 1339 KUHPerdata), dan Prinsip hukum Exceptio Non Adimpleti Contractus.Tidak ada justifikasi hukum yang sah.
Status Hukum Tindakan Kontraktor
DIBENARKAN SECARA HUKUM

TIDAK SAH
Konsekuensi Langsung bagi KontraktorBerhak menunda tanpa dapat dikenai sanksi, Justru berhak menuntut pemenuhan haknya dari Owner.Wajib membayar ganti rugi, denda; berisiko tinggi diputus kontrak & menghadapi tuntutan Owner.
Kewajiban Mendesak & Posisi OwnerOwner wajib memenuhi prestasinya yang tertunggak (misalnya, melakukan pembayaran). Posisi Owner lemah secara hukum karena lebih dulu wanprestasi.Owner berhak menuntut kontraktor ganti rugi, denda, dan/atau mengambil langkah pemutusan kontrak. Posisi Owner kuat secara hukum.
Perlindungan Hukum KontraktorKontraktor dapat membela diri dari tuntutan wanprestasi Owner sehubungan penghentian/penundaan pekerjaan tersebut.Kontraktor berisiko mendapatkan tuntutan hukum dan klaim kerugian dan/atau denda dari Owner. Tidak ada perlindungan terhadap pihak yang wanprestasi.
Prinsip Hukum yang DitegakkanKeadilan kontraktual, Asas Keseimbangan dan Kepatutan.Prinsip Pacta Sunt Servanda (perjanjian adalah undang-undang bagi para pembuatnya), secara nyata dilanggar oleh Kontraktor.
Preseden
Hukum
Putusan Mahkamah Agung No. 596 PK/Pdt/2016 secara eksplisit mengakui dan menerapkan ENAC.Berbagai putusan pengadilan menghukum ganti rugi terhadap kontraktor yang melakukan wanprestasi.
Fokus Solusi dan Implikasi bagi KontraktorMendorong Owner segera memenuhi kewajibannya supaya proyek dapat dilanjutkan. Jika Owner tetap abai, Kontraktor dapat menempuh upaya hukum menuntut hak dan ganti rugi.Kontraktor harus segera memperbaiki kelalaiannya, memenuhi kewajiban kontraktual, dan bernegosiasi untuk memitigasi kerugian dan konsekuensi hukum dan finansial lebih lanjut.

Tabel di atas menunjukkan perbedaan fundamental antara penghentian pekerjaan yang sah berdasarkan ENAC dan penghentian pekerjaan yang termasuk dalam kualifikasi wanprestasi. Kuncinya terletak pada siapa yang terlebih dahulu cidera janji.

Implikasi Praktis Bagi Pelaku Usaha

Putusan MA No. 596 PK/Pdt/2016 dan prinsip ENAC memiliki implikasi praktis yang sangat signifikan bagi pelaku usaha di sektor konstruksi dan sektor lainnya yang mendasarkan transaksi dan hubungannya pada kontrak timbal balik:

  1. Perlindungan Hukum: Kontraktor memiliki justifikasi yang jelas dalam mencegah kerkugian lebih lanjut akibat wanprestasi owner.
  2. Kewaspadaan dalam Berkontrak: Penting bagi kontraktor memastikan klausul pembayaran dalam kontrak dirumuskan secara jelas, termasuk jadwal pembayaran, mekanisme penagihan, dan konsekuensi keterlambatan pembayaran.
  3. Dokumentasi: Kontraktor harus selalu menjaga dokumentasi yang lengkap terkait progres pekerjaan, tagihan yang diajukan, surat-menyurat dengan owner (termasuk pemberitahuan potensi penghentian pekerjaan jika pembayaran tidak dilakukan sesuai kontrak), dan bukti-bukti pendukung lainnya. hal ini penting khususnya jika berpotensi timbul sengketa.
  4. Pemberitahuan Formal: Sebelum menggunakan hak ENAC, kontraktor berdasarkan itikad baik harus memberikan pemberitahuan tertulis (somasi) kepada owner mengenai wanprestasinya, dan maksudnya untuk menghentikan pekerjaan jika kewajiban tidak dipenuhi dalam tenggat waktu tertentu.
  5. Proporsionalitas: Tindakan penghentian pekerjaan harus proporsional. Artinya, apabila owner lalai membayar sebagian kecil dari termin yang jumlahnya tidak signifikan, penghentian total seluruh pekerjaan berlebihan dan tidak boleh dilakukan. Pertimbangkan untuk menunda bagian pekerjaan yang nilainya setara atau menunda eskalasi pekerjaan.

Bagi para pebisnis, pimpinan atau direksi perusahaan di bidang konstruksi atau menggunakan jasa konstruksi, pemahaman prinsip ini bagian dari duty of care dan prudent business judgment. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengamanatkan Direksi untuk mengelola perseroan demi kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (Pasal 92 ayat (1) jo. Pasal 97 ayat (1) dan (2)). Memahami hak dan kewajiban kontraktual, termasuk hak menangguhkan prestasi, adalah bagian dari pengelolaan risiko yang cermat.

Langkah Strategis dan Solusi Hukum

Menghadapi situasi di mana owner tidak memenuhi kewajiban pembayaran adalah kenyataan pahit yang bisa menimpa kontraktor manapun. Untuk itu penting untuk mempertimbangkan langkah berikut:

  1. Konsultasi Hukum Proaktif: Jangan menunggu sampai masalah berlarut-larut. Segera konsultasikan dengan pengacara berpengalaman bidang konstruksi dan sengketa kontrak saat menghadapi indikasi awal wanprestasi pembayaran dari owner. Analisis kontrak dan posisi hukum Anda sejak awal adalah kunci menentukan langkah yang tepat.
  2. Review Kontrak Komprehensif: Sebelum menandatangani kontrak, pastikan klausul-klausulnya adil dan melindungi kepentingan Anda, terutama terkait mekanisme pembayaran, penyelesaian sengketa, dan hak untuk menunda pekerjaan.
  3. Upayakan Penyelesaian Damai: Meskipun Anda memiliki hak ENAC, penyelesaian sengketa melalui musyawarah atau mediasi (sebagaimana diamanatkan juga oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa) seringkali merupakan jalur yang lebih efisien. Namun, lakukan mekanisme tersebut jika secara hukum posisi anda kuat.
  4. Tindakan Tegas Jika Perlu: Jika upaya damai buntu dan owner tetap beritikad buruk, jangan ragu mengambil langkah hukum, baik melalui gugatan untuk menuntut pemenuhan prestasi dan ganti rugi, maupun memanfaatkan jalur arbitrase jika diatur dalam kontrak. Putusan MA No. 596 PK/Pdt/2016 di atas dapat dipertimbangkan menguatkan dalil anda.

Sebagai penutup, exceptio non adimpleti contractus adalah cerminan asas keadilan dalam hukum kontrak. Ia memastikan bahwa tidak ada satu pihak pun yang dapat menuntut pemenuhan prestasi dari pihak lain sementara ia sendiri melalaikan kewajibannya. Putusan Mahkamah Agung No. 596 PK/Pdt/2016 memberikan penegasan yurisprudensi yang krusial, memberdayakan kontraktor untuk bertindak secara sah ketika dihadapkan pada owner yang “bandel”. Namun, setiap kasus memiliki nuansa faktual dan kontraktual yang unik. Oleh karena itu, dibutuhkan pendampingan hukum yang tepat untuk menganalisis secara cermat dan memberikan strategi yang efektif, hal tersebut adalah investasi tak ternilai bagi kelangsungan dan keberhasilan bisnis.

Butuh panduan lebih lanjut atau menghadapi sengketa konstruksi yang rumit? Tim pengacara berpengalaman di Ercolaw siap membantu Anda menavigasi kompleksitas hukum dan memperjuangkan hak-hak Anda. Hubungi Ercolaw sekarang untuk konsultasi !


Disclaimer: Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi hukum secara umum dan bukan merupakan nasihat hukum. Setiap tindakan hukum harus didasarkan pada konsultasi dengan profesional hukum yang kompeten yang telah menganalisis fakta spesifik kasus Anda.


Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :