Menagih Janji Dengan Intimidasi PMH

Menagih Janji dengan Intimidasi Siap-Siap Dituntut Ganti Rugi!

Bagikan :

Dalam dunia bisnis, praktik penagihan janji atau utang adalah hal yang lumrah. Namun, ada garis tegas yang membedakan penagihan yang sah dengan penagihan yang melanggar hukum. Sayangnya, masih banyak pihak yang mengira bahwa dengan menekan secara psikologis, mengintimidasi, atau bahkan mendatangi rumah dan kantor seseorang secara berulang kali adalah bagian dari strategi yang sah untuk menagih piutang.

Bahkan, saking sering nya hal tersebut di lakukan, cara – cara intimidatif juga diterapkan pada beberapa kasus lainnya tidak selalu pada orang yang berutang. Kondisi tersebut juga dialami oleh seorang pengusaha di bandung yang tiba-tiba didatangi oleh sekelompok orang yang tidak dikenal, mendesak agar ia segera melunasi janjinya. Setiap hari, mereka muncul, memberikan tekanan psikologis yang membuat hidupnya tidak tenang. Keluarga ikut tertekan, bisnis terganggu, dan akhirnya, demi menghindari gangguan lebih lanjut, ia terpaksa membayar sejumlah uang yang sebenarnya bukan kewajibannya.

Kondisi ini bukan sekadar kisah fiktif. Ini benar-benar terjadi dalam sengketa hukum antara PT. Pajajaran Putra Mandiri vs. Bambang Sutedjo dkk, yang akhirnya diputus oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 2179 K/Pdt/2012. Kasus tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa penagihan janji dengan cara intimidasi bukan hanya tidak etis, tetapi juga merupakan perbuatan melawan hukum yang bisa berujung pada tuntutan ganti rugi miliaran rupiah!

Intimidasi dalam Penagihan Janji

Dalam kasus yang dijelaskan di atas, Daddy Sulaeman (Direktur PT. Pajajaran Putra Mandiri) bersama timnya secara terus-menerus mendesak Bambang Sutedjo, yang sebenarnya hanya bertindak sebagai Ketua Komite Joint Operation, untuk membayar utang yang seharusnya ditagihkan kepada pihak lain, yakni PT. Yuta Mitra Mandiri. Karena tekanan yang semakin besar, Bambang akhirnya membayar sejumlah Rp2,2 miliar dari dana pribadinya, hanya untuk menghentikan intimidasi yang mengganggu ketenangan hidupnya.

Meski demikian, akhirnya Pengadilan memutuskan bahwa tindakan penagihan tersebut tidak sah, dan uang yang telah dibayarkan harus dikembalikan. Hal ini mempertegas bahwa menagih utang dengan cara yang melanggar kepatutan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Lebih lanjut, tindakan penagihan seperti ini juga dapat dianggap sebagai bentuk pemaksaan (dwang) yang berujung pada cacat kehendak, yang pada akhirnya membatalkan keabsahan pembayaran tersebut.

Putusan MA Mempertegas Intimidasi dalam Penagihan adalah Melawan Hukum

Putusan Mahkamah Agung dalam kasus tersebut menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung dan Pengadilan Negeri Bandung, yang menyatakan bahwa tindakan penagihan dengan intimidasi adalah perbuatan melawan hukum. Adapun Kutipan dari Putusan MA Nomor 2179 K/Pdt/2012:

“Tindakan Tergugat I yaitu melibatkan sejumlah orang dewasa dalam penagihan sejumlah uang kepada Penggugat adalah tindakan intimidasi sehingga bertentangan dengan kepatutan dan kepantasan. Oleh karena itu, penerimaan pembayaran sebesar Rp2,2 miliar dari Penggugat adalah cacat secara hukum, sehingga Tergugat harus mengembalikan uang tersebut kepada Penggugat.”

Putusan tersebut tidak berdiri sendiri. Dalam Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012, Mahkamah Agung juga menegaskan bahwa metode penagihan yang mengandalkan premanisme dan tekanan psikologis adalah tindakan yang tidak profesional dan melanggar hukum. Dalam kasus tersebut, bank yang melakukan penagihan dengan metode intimidasi dihukum untuk membayar ganti rugi yang lebih berat kepada nasabah. Dua putusan ini menunjukkan tren hukum yang semakin tegas dalam melindungi individu dan bisnis dari praktik penagihan yang tidak manusiawi.

Konsekuensi Hukum bagi Perusahaan yang Menggunakan Intimidasi dalam Penagihan

Kasus ini memberikan beberapa pelajaran hukum penting:

  1. Penagihan janji/utang harus dilakukan secara profesional dan sesuai prosedur hukum.
    • Jika ada sengketa utang, jalur yang benar adalah melalui proses hukum seperti gugatan, arbitrase, atau mediasi, bukan dengan tekanan dan intimidasi.
  2. Intimidasi dapat berujung pada tuntutan perbuatan melawan hukum.
    • Sesuai Pasal 1365 KUHPerdata, siapa pun yang menyebabkan kerugian kepada pihak lain karena tindakan yang melanggar hukum bisa digugat dan diwajibkan membayar ganti rugi.
  3. Pembayaran yang didasarkan pada tekanan dan intimidasi dapat dianggap tidak sah.
    • Jika seseorang membayar utang karena tekanan dan bukan karena kesadaran penuh, maka transaksi tersebut dapat dibatalkan dan uangnya harus dikembalikan.
  4. Tanggung jawab direksi dan komisaris dalam praktik bisnis yang melanggar hukum.
    • Dalam konteks hukum korporasi, direksi maupun komisaris yang membiarkan praktik intimidasi dalam penagihan utang dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Menghadapi Penagihan dengan Intimidasi

Jika Anda atau perusahaan Anda menghadapi penagihan yang tidak sah atau bahkan mengandung unsur intimidasi, langkah yang bisa diambil adalah:

  1. Dokumentasikan setiap tindakan penagihan yang dilakukan.
    • Simpan rekaman suara, video, pesan, atau bukti komunikasi lainnya.
  2. Segera konsultasikan dengan pengacara.
    • Jangan menunggu sampai situasi memburuk. Konsultasi hukum dapat membantu melindungi hak Anda.
  3. Laporkan ke pihak berwenang jika terdapat unsur pemaksaan atau ancaman.
    • Jika ada intimidasi yang berlebihan, pertimbangkan untuk melapor ke kepolisian dengan dasar Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan atau Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.
  4. Ajukan gugatan perbuatan melawan hukum.
    • Seperti dalam kasus ini, gugatan bisa diajukan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, dengan tuntutan pengembalian dana dan ganti rugi atas tekanan psikologis yang dialami.

Jangan Biarkan Intimidasi Merusak Bisnis Anda

Kasus PT. Pajajaran Putra Mandiri vs. Bambang Sutedjo adalah pengingat kuat bahwa praktik penagihan harus dilakukan dengan cara yang profesional, etis, dan sesuai hukum. Intimidasi bukan hanya tidak efektif, tetapi juga bisa berujung pada gugatan hukum dengan konsekuensi finansial yang besar.

Jika Anda mengalami masalah hukum terkait penagihan utang, perbuatan melawan hukum, atau butuh strategi hukum yang tepat dalam bisnis, segera konsultasikan dengan firma hukum profesional. Jangan biarkan tindakan ilegal merugikan bisnis dan kehidupan Anda.


Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :