Kualifikasi Persekongkolan Tender Menurut Mahkamah Agung

Bagikan :

Bayangkan perusahaan Anda tengah bersiap mengikuti tender strategis bernilai ratusan miliar rupiah. Tiba-tiba, tender dibatalkan tanpa alasan yang jelas. Beberapa bulan kemudian, tender dibuka kembali dan dimenangkan oleh salah satu peserta lama yang sebelumnya terlihat “biasa-biasa saja”. Apa yang sebenarnya terjadi? Cerita tersebut bukan sekadar fiksi. Ini benar-benar terjadi dalam kasus Proyek Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Tahap III Tahun Anggaran 2021. Kasus tersebut sempat berujung pada denda Rp28 miliar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan menjadi perhatian serius kalangan bisnis setelah Mahkamah Agung memberikan putusan penting yang memperjelas batas dan kualifikasi dari persekongkolan tender.

Melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 523 K/Pdt.Sus-KPPU/2024, kini kita memiliki preseden baru tentang bagaimana kualifikasi persekongkolan tender harus dilihat secara hati-hati, tidak hanya dilihat berdasarkan hasil akhirnya, tapi juga bagaimana proses dan niat para pihak saat tender tersebut berjalan.

Di Mana Letak Masalahnya?

Kasus bermula dari tender Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)-nya. Dalam proses tender, terjadi sejumlah kejanggalan yang oleh KPPU dinilai sebagai bentuk intervensi dari pemilik proyek. KPPU menilai bahwa pembatalan tender tanpa alasan sah dan permintaan akses ke rincian teknis peserta merupakan indikasi kuat adanya kolusi untuk menguntungkan salah satu peserta, yang pada akhirnya memenangkan tender setelah tender diulang. Namun Mahkamah Agung memiliki pandangan yang berbeda. Mahkamah memutuskan untuk membatalkan putusan sebelumnya (9/Pdt.Sus-KPPU/2023/PN.Niaga Jkt Pst) dan menyatakan bahwa tidak terdapat cukup bukti adanya persekongkolan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

BACA:  Strategi Hukum Mengelola Gugatan Kelompok

Bagaimana Menurut Mahkamah Agung?

Mahkamah Agung menegaskan bahwa tidak semua tindakan pemilik proyek yang menguntungkan salah satu peserta tender dapat langsung dikualifikasikan sebagai persekongkolan tender, kecuali memenuhi dua syarat utama: “…pertama, menguntungkan peserta tender; dan kedua, dilakukan atas dasar kesepakatan dan/atau permintaan peserta tender.” (Putusan MA No. 523 K/Pdt.Sus-KPPU/2024)

Dengan kata lain, benefit atau keuntungan terhadap salah satu peserta tender saja tidak cukup, harus ada keterlibatan aktif atau persetujuan (kesepakatan) dari pihak peserta tender tersebut. Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa meskipun terdapat tindakan pemilik proyek seperti membatalkan tender dan meminta data teknis yang menguntungkan peserta tertentu, namun hal tersebut merupakan: “…tindakan/kebijakan internal Pemilik Proyek/Terlapor I, meskipun menguntungkan Para Pemohon Kasasi…”

Lebih lanjut, Mahkamah menyatakan: “…tidak terdapat bukti baik langsung maupun tidak langsung (indirect evidence) yang menunjukkan bahwa serangkaian tindakan Terlapor I dilakukan atas dasar kerjasama dan/atau permintaan Para Pemohon Kasasi…”

Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidence) Tak Boleh Diabaikan

Konsep indirect evidence atau bukti tidak langsung dalam konteks hukum persaingan merupakan pendekatan yang sah dan lazim digunakan. Hal tersebut ditegaskan pula oleh KPPU dan telah diakui Mahkamah Agung dalam banyak perkara kartel sebelumnya. Namun, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa artikel yang mengulas konsep indirect evidence, alat bukti tersebut harus bersifat konsisten, kuat, dan menunjukkan pola atau struktur koordinasi yang sistematis, bukan hanya asumsi berdasarkan akibat.

Dalam kasus tersebut (Putusan MA No. 523 K/Pdt.Sus-KPPU/2024), Mahkamah Agung menemukan bahwa:

  • Tidak ada komunikasi antara peserta dan pemilik proyek yang menunjukkan persetujuan tersembunyi.
  • Tidak ada pola kerja sama atau sinyal-sinyal koordinasi (misalnya harga yang mirip, penawaran formalitas, atau penarikan peserta lain).
  • Tidak ada bukti triangulasi (misalnya email, percakapan, atau testimoni) yang mendukung adanya kesepakatan tersembunyi.
BACA:  Bentuk Persekongkolan Tender

Kualifikasi Persekongkolan Tender

Berdasarkan preseden tersebut, dan ditambah dengan pembahasan dalam artikel Ercolaw mengenai persekongkolan tender dan post-bidding, maka kualifikasi persekongkolan tender dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Adanya kesepakatan eksplisit atau implisit antara peserta dengan pemilik proyek atau antar peserta.
    • Tidak cukup hanya ada tindakan menguntungkan, harus ada persetujuan atau permintaan aktif.
  2. Dilakukan secara sadar dan terencana, untuk menghilangkan persaingan yang sehat.
    • Misalnya: pengaturan harga, peserta yang menang, peserta yang terlibat memenuhi formalitas saja.
  3. Mengakibatkan distorsi dalam proses persaingan yang adil dan transparan.
    • Seperti pembatalan tender tanpa alasan, pembatasan peserta lain, atau proses evaluasi teknis yang tidak fair.
  4. Dapat dibuktikan secara langsung atau tidak langsung.
    • Tapi indirect evidence harus kuat, logis, dan saling mendukung, bukan hanya indikasi sepihak.

Insight untuk Para Pebisnis

Putusan tersebut menjadi wake-up call penting bagi para pengambil keputusan, baik di perusahaan BUMN maupun swasta. Keikutsertaan dalam tender tidak lagi cukup sekadar “mematuhi prosedur”, melainkan perlu ada due diligence terhadap potensi konflik kepentingan, komunikasi yang bersifat informal, hingga intervensi kecil dari pemilik proyek. “Sebuah tender bisa berubah menjadi jeratan hukum jika tidak dibarengi dengan transparansi, akuntabilitas dan kehatian-hatian,”.

Selain itu, penting juga memahami bahwa batasan grey area antara koordinasi sah dan kolusi ilegal harus semakin diperketat. Jika perusahaan Anda menjadi peserta dalam tender bernilai besar atau bahkan sebagai penyelenggara, langkah paling aman adalah memastikan bahwa setiap prosedur terdokumentasi secara tertulis dan transparan, serta hindari semua bentuk “komunikasi informal” yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau berisiko secara hukum.

Jika Anda adalah pengambil keputusan dalam perusahaan, baik sebagai Direksi, Komisaris, atau bagian legal internal, kini saatnya melakukan audit ulang atas semua proses tender yang sedang dan telah berlangsung. Periksa kembali dokumentasi, komunikasi, dan transparansi proses Anda. Tim Ercolaw siap membantu perusahaan Anda dalam Audit risiko persekongkolan tender, Mitigasi hukum dan strategi kepatuhan UU Persaingan Usaha, dan/atau Pendampingan dalam sengketa di KPPU hingga Mahkamah Agung. Jangan tunggu sampai permasalahan menjadi sorotan publik berikutnya. Bagikan artikel ini ke rekan kerja Anda yang memiliki masalah serupa, dan konsultasikan kebutuhan hukum Anda dengan tim Ercolaw.

BACA:  Hukum Konstruksi, Dispute Settlement, Risiko dan Mitigasi Terminasi Kontrak

Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :