Konflik kontrak antara anak perusahaan dan induk perusahaan (perseroan terbatas) adalah permasalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan grup perusahaan. Meskipun anak perusahaan merupakan badan hukum yang terpisah dari induknya, hubungan kepemilikan yang erat sering kali memunculkan benturan kepentingan. Konflik ini dapat berdampak serius pada kelangsungan usaha, reputasi, serta integritas grup perusahaan secara keseluruhan. Dalam artikel ini, kami akan membahas bagaimana konflik tersebut dapat muncul, dasar hukum yang relevan, serta langkah penyelesaian konflik kontrak secara efektif.
Hubungan Hukum Anak Perusahaan dan Induk Perusahaan
Anak perusahaan (subsidiary) dalam bentuk perseroan terbatas adalah badan hukum yang berdiri sendiri, meskipun dimiliki sebagian besar atau seluruhnya oleh induk perusahaan (holding company). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (1), Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang pada pokoknya dapat dipahami bahwa setiap perseroan terbatas adalah badan hukum yang mandiri, memiliki kekayaan terpisah dari harta kekayaan pemegang sahamnya.
Namun, dalam praktiknya, induk perusahaan sering kali mengendalikan operasional dan kebijakan strategis anak perusahaan, baik melalui kepemilikan saham mayoritas maupun instruksi langsung kepada manajemen. Ketidakseimbangan ini dapat menjadi sumber konflik, terutama ketika terjadi pelaksanaan kontrak yang merugikan salah satu pihak.
Penyebab Utama Konflik
Konflik antara anak perusahaan dan induk perusahaan biasanya disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
- Ketidakseimbangan Kekuasaan
Induk perusahaan yang memiliki kendali atas anak perusahaan sering kali memberikan arahan atau instruksi yang bertentangan dengan isi kontrak yang sudah disepakati. Misalnya, anak perusahaan dipaksa memenuhi kewajiban kontraktual yang sebenarnya tidak sesuai dengan kepentingan bisnis mereka. - Pelanggaran Prinsip Entitas Terpisah
Induk perusahaan yang terlalu mencampuri urusan anak perusahaan dapat melanggar prinsip bahwa anak perusahaan adalah entitas hukum terpisah. Hal ini dapat memicu klaim hukum dari pihak ketiga yang dirugikan akibat tindakan tersebut. - Ketidakjelasan Isi Kontrak
Dalam banyak kasus, kontrak antara anak perusahaan dan induk perusahaan tidak dirancang dengan jelas atau memadai, sehingga memunculkan berbagai interpretasi/penafsiran. Hal ini sering terjadi pada kontrak yang melibatkan transaksi intra-grup, seperti pembelian barang atau jasa. - Kepentingan yang Bertentangan
Konflik sering kali muncul ketika anak perusahaan ingin melindungi kepentingannya sendiri, tetapi bertentangan dengan kebijakan induk perusahaan yang berfokus pada kepentingan grup secara keseluruhan.
Hukum yang Relevan dalam Penyelesaian Konflik
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
- Pasal 92 dan 97: pada pokoknya dapat di pahami bahwa direksi, termasuk direksi anak perusahaan wajib menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan anak perusahaan, bukan semata-mata untuk kepentingan induk perusahaan.
- Pasal 97 ayat 3 : pada pokoknya dapat di pahami bahwa direksi, termasuk direksi anak perusahaan bertanggung jawab atas tindakan yang merugikan jika mereka bertindak di luar kewenangannya.
- Prinsip Piercing the Corporate Veil
Dalam hukum perusahaan, induk perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan anak perusahaan apabila terbukti adanya penyalahgunaan entitas terpisah, seperti mencampuri pengelolaan operasional atau menggunakan anak perusahaan untuk tujuan yang melanggar hukum (Pasal 3 ayat 2 UUPT). - Hukum Perjanjian (Pasal 1338 KUH Perdata)
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Oleh karena itu, induk perusahaan dan anak perusahaan wajib mematuhi kontrak yang telah disepakati, kecuali ada kesepakatan lain atau perubahan yang disetujui kedua belah pihak.
Strategi Menyelesaikan Konflik
- Penyusunan Kontrak yang Jelas dan Transparan
Konflik dapat diminimalkan dengan menyusun kontrak yang memuat hak, kewajiban, dan batas kewenangan masing-masing pihak secara rinci. Kontrak juga harus mencakup mekanisme penyelesaian sengketa, seperti mediasi atau arbitrase. - Memperkuat Prinsip Entitas Terpisah
Anak perusahaan harus dikelola secara independen, dengan direksi dan komisaris yang bertindak untuk kepentingan perusahaan tersebut. Hal ini membantu mencegah campur tangan yang tidak semestinya dari induk perusahaan. - Menggunakan Mediasi atau Arbitrase
Jika konflik tidak dapat diselesaikan secara internal, mediasi atau arbitrase dapat menjadi solusi efektif. Kedua metode ini lebih cepat dan fleksibel dibandingkan litigasi di pengadilan. - Konsultasi dengan Penasihat Hukum
Melibatkan penasihat hukum berpengalaman dapat membantu kedua pihak memahami hak dan kewajiban mereka berdasarkan kontrak dan hukum yang berlaku. Penasihat hukum juga dapat membantu mengidentifikasi solusi yang adil bagi kedua belah pihak. - Pengawasan oleh Komisaris atau Pemegang Saham Independen
Dalam beberapa kasus, pemegang saham independen atau komisaris independen dapat berperan sebagai pengawas untuk memastikan bahwa hubungan kontrak antara anak perusahaan dan induk perusahaan dilakukan secara adil dan sesuai hukum.
Studi Kasus: Konflik antara Induk dan Anak Perusahaan dalam Grup Lippo
Kasus konflik antara PT Matahari Putra Prima (anak perusahaan) dan Lippo Group (induk perusahaan) pada 2016 menunjukkan kompleksitas hubungan antara anak dan induk perusahaan. Dalam kasus ini, anak perusahaan mengklaim bahwa kebijakan yang dipaksakan oleh induk perusahaan tidak menguntungkan bagi operasionalnya. Penyelesaian konflik dilakukan melalui negosiasi dengan melibatkan penasihat hukum independen, sehingga kedua belah pihak mencapai kesepakatan yang menguntungkan.
Kesimpulan
Konflik kontrak antara anak perusahaan dan induk perusahaan sering kali tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dengan baik melalui langkah-langkah hukum yang tepat. Penyusunan kontrak yang jelas, penerapan prinsip entitas terpisah, serta penggunaan mediasi atau arbitrase dapat membantu menyelesaikan konflik dengan cepat dan efisien. Selain itu, menjaga transparansi dan komunikasi antara kedua pihak juga menjadi kunci untuk mencegah eskalasi konflik. Dengan strategi yang tepat, konflik ini tidak hanya dapat diselesaikan, tetapi juga dapat menjadi peluang untuk memperkuat hubungan antara anak perusahaan dan induk perusahaan demi keberhasilan grup secara keseluruhan (erlangga).