Transparansi Kewajiban yang Tidak Bisa Ditawar
Salah satu tanggung jawab utama direksi dalam sebuah perseroan terbatas adalah memastikan laporan keuangan diaudit dan disampaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya untuk perseroan tertentu yang wajib melakukan Audit. Namun, dalam praktiknya, banyak direksi yang mengabaikan kewajiban ini, baik dengan sengaja maupun karena kurangnya pemahaman. Padahal, kelalaian dalam melakukan audit keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Ketika direksi gagal melaksanakan audit keuangan, dampaknya tidak hanya terbatas pada ketidaktertiban administrasi, tetapi juga bisa berujung pada potensi tuntutan hukum dari pemegang saham atau pihak ketiga yang dirugikan. Seberapa serius implikasi hukumnya? Dan bagaimana pemegang saham bisa menegakkan hak mereka terhadap direksi yang lalai? Mari kita kupas lebih dalam.
Audit Keuangan Kewajiban Yang Sering Dilanggar
Dalam banyak kasus, perseroan menghindari atau menunda audit keuangan karena berbagai alasan, mulai dari keinginan untuk menyembunyikan kondisi keuangan yang sebenarnya, menghindari pajak, hingga kurangnya kesadaran akan kewajiban hukum. Namun, hukum tidak memberikan ruang bagi direksi untuk beralasan. Pasal 68 ayat (3) dan (4) UU PT pada pokoknya menyatakan bahwa:
“Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik wajib disampaikan Direksi kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mendapat pengesahan.“
Ketentuan tersebut diperkuat dengan Pasal 68 ayat (4) UU 40/2007 yang mengatur bahwa laporan keuangan perseroan wajib diumumkan dalam satu surat kabar khususnya bagi perseroan yang memenuhi kriteria tertentu (menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, surat pengakuan utang terbuka kepada masyarakat, atau perseroan terbuka). Artinya, audit keuangan bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan kewajiban hukum yang harus dipenuhi oleh setiap direksi. Sayangnya, dalam praktik masih banyak perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan ini.
Kasus PT Bangun Bejana Baja (PT BBB) menjadi contoh nyata bagaimana direksi yang lalai dalam melakukan audit keuangan dapat berujung pada gugatan hukum.
Direksi dan Kelalaian Audit Keuangan
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 518 K/Pdt/2012, pemegang saham PT BBB mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap direksi perseroan karena tidak melakukan audit keuangan selama beberapa tahun. Mahkamah Agung menilai bahwa:
“Pemohon Kasasi (PT BBB) belum membuat laporan audit periode enam bulan terakhir untuk tahun 2009, 2008, dan 2007, sehingga telah melanggar ketentuan Pasal 68 UU PT. Dengan demikian, permohonan pemegang saham agar dilakukan pemeriksaan terhadap PT BBB cukup beralasan.“
Putusan tersebut menegaskan bahwa pengabaian audit keuangan merupakan pelanggaran hukum yang serius. Dalam kasus PT BBB, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh perseroan, dan membenarkan bahwa pemegang saham memiliki hak untuk mengajukan pemeriksaan ke pengadilan berdasarkan Pasal 138 UU PT. Ketentuan tersebut memberikan dasar hukum bagi pemegang saham yang merasa dirugikan untuk meminta transparansi keuangan dan menuntut pertanggungjawaban direksi yang lalai.
Dampak Hukum dan Risiko Bagi Direksi
Direksi yang gagal melakukan audit keuangan tidak hanya berisiko menghadapi gugatan perdata, tetapi juga dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana. Beberapa konsekuensi hukum yang dapat timbul akibat kelalaian ini antara lain:
- Gugatan dari Pemegang Saham
- Seperti dalam kasus PT BBB, pemegang saham yang memiliki minimal 10% saham dengan hak suara berhak mengajukan permohonan pemeriksaan ke pengadilan (Pasal 138 ayat (3) huruf a UU PT).
- Dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
- Jika terbukti bahwa kelalaian direksi menyebabkan kerugian bagi pemegang saham atau pihak ketiga, mereka dapat dituntut berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
- Tuntutan Pidana Jika Ada Unsur Penggelapan atau Penipuan
- Jika kelalaian audit keuangan disertai dengan tindakan yang mengarah pada penggelapan atau penipuan, direksi dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam KUHP dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
- Pembubaran Perseroan
- Jika kelalaian direksi dalam menyampaikan laporan keuangan dianggap sebagai pelanggaran berat, pemegang saham atau pihak berwenang dapat mengajukan permohonan pembubaran perseroan melalui pengadilan negeri sesuai Pasal 146 UU PT.
Langkah Hukum Bagi Pemegang Saham yang Dirugikan
Bagi pemegang saham yang menghadapi situasi di mana direksi menolak atau menunda audit keuangan, ada beberapa langkah hukum yang bisa dilakukan:
- Meminta Laporan Keuangan dalam RUPS
- Pemegang saham dapat menggunakan haknya dalam RUPS untuk meminta laporan keuangan dan mempertanyakan alasan tidak dilakukannya audit.
- Mengajukan Permohonan Pemeriksaan ke Pengadilan
- Jika direksi tetap tidak transparan, pemegang saham yang memiliki minimal 10% saham dapat mengajukan pemeriksaan perseroan ke Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili perseroan (Pasal 138 UU PT).
- Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
- Jika terdapat indikasi penyalahgunaan kewenangan, pemegang saham dapat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
- Membawa Kasus ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Kejaksaan
- Apabila perseroan bergerak di bidang usaha yang diawasi oleh OJK, pemegang saham dapat melaporkan dugaan pelanggaran ini ke OJK untuk dilakukan pengawasan lebih lanjut. Dalam kasus yang lebih serius, Kejaksaan juga dapat bertindak untuk kepentingan umum (Pasal 138 ayat (3) huruf c UU PT).
Jangan Abaikan Kewajiban Audit Keuangan
Kasus PT Bangun Bejana Baja membuktikan bahwa direksi yang tidak menjalankan audit keuangan dapat dikenai sanksi hukum yang serius. Pasal 68 UU PT bukan sekadar aturan administratif, tetapi merupakan perintah hukum yang harus ditaati oleh setiap perseroan. Bagi para pemegang saham, jangan ragu untuk menegakkan hak Anda. Jika direksi menolak melakukan audit atau menyembunyikan laporan keuangan, segera ambil langkah hukum yang diperlukan. Transparansi keuangan bukan hanya tanggung jawab direksi, tetapi juga hak mutlak pemegang saham.
Jika Anda mengalami permasalahan hukum terkait audit keuangan atau transparansi laporan keuangan dalam perseroan, tim Ercolaw siap membantu Anda. Konsultasikan permasalahan Anda dengan pengacara profesional kami sekarang juga.
Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw