Gugatan Kontraktor Prematur

Gugatan Kontraktor Salah Strategi, Mau Untung Malah Rugi

Bagikan :

Sengketa proyek konstruksi bukan hal yang baru, salah satu kasus yang menarik adalah gugatan yang diajukan oleh PT Cempaka Putih Mitra Karya terhadap Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tegal, terkait proyek peningkatan jalan Karangjambu-Guci tahun 2013, yang kemudian diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 3567 K/Pdt/2016 tanggal 8 Februari 2017. Kasus ini melibatkan dua isu utama yakni pemutusan kontrak sepihak dan tuduhan kelebihan pembayaran, dua isu klasik ini hampir sering terjadi dalam sengketa konstruksi. Apa yang bisa dipelajari dari kasus ini?

Sengketa Muncul dari Ketidakpastian

PT Cempaka Putih Mitra Karya memenangkan tender proyek peningkatan jalan Karangjambu-Guci dengan nilai kontrak awal sebesar Rp5.768.022.000,00. Namun, dalam pelaksanaannya, proyek mengalami kendala besar, termasuk kelangkaan aspal dan fluktuasi harga bahan baku. Menyadari kondisi tersebut, kontraktor mengajukan permohonan perpanjangan waktu dan penyesuaian harga kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun, PPK tidak merespons. Pada akhirnya, proyek hanya mencapai progres 74,106%, dan kedua belah pihak menyepakati addendum final dengan nilai kontrak Rp5.318.033.000,00. Yang mengejutkan, setelah proyek selesai, kontraktor menerima dua surat sekaligus:

  1. Surat Kelebihan Pembayaran yang mengharuskan kontraktor mengembalikan kelebihan dana.
  2. Surat Pemutusan Kontrak Sepihak, yang menyatakan kontraktor lalai dan gagal memenuhi kewajiban.

Merasa diperlakukan tidak adil, kontraktor mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan permintaan ganti rugi dan meminta menetapkan nilai kelebihan atau kekurangan bayar. Namun, gugatan itu justru dianggap prematur oleh Mahkamah Agung.

Mengapa Gugatan Prematur?

Putusan Mahkamah Agung menggarisbawahi beberapa poin penting:

  1. Tidak Ada Pemeriksaan Fisik Terhadap Pekerjaan yang Telah Diselesaikan
    • Addendum final telah menyepakati progres 74,106%, tetapi belum ada audit atau pemeriksaan teknis (progres) yang menjadi penentu apakah ada kelebihan atau kekurangan bayar.
    • Tanpa ada pemeriksaan tersebut, belum bisa dibuktikan ada atau tidak kelebihan pembayaran.
  2. Ketidaktepatan Waktu dalam Mengajukan Gugatan
    • Gugatan diajukan sebelum ada kepastian mengenai hasil pemeriksaan pekerjaan.
    • Jika kontraktor menunggu hasil pemeriksaan, mereka bisa menggunakan temuan tersebut sebagai bukti kuat untuk menolak klaim kelebihan bayar.
  3. Kesalahan dalam Menafsirkan Force Majeure
    • Kontraktor berdalih bahwa kelangkaan aspal adalah keadaan kahar (force majeure), namun Mahkamah Agung tidak sepakat.

Kesalahan Fatal dalam Strategi Hukum

Seperti di jelaskan di awal, kasus ini berawal dari pelaksanaan proyek yang mengalami kendala signifikan akibat fluktuasi nilai tukar dolar, kenaikan harga BBM bersubsidi, dan kelangkaan material aspal. PT Cempaka Putih Mitra Karya telah mengajukan permohonan penyesuaian kontrak, tetapi tidak mendapat respons dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Akibat keterlambatan yang tidak terhindarkan, kontraktor gagal menyelesaikan proyek tepat waktu. Namun, langkah hukum yang diambil oleh PT Cempaka Putih Mitra Karya memiliki beberapa kelemahan :

  1. Gugatan Prematur
    Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 3567 K/Pdt/2016 menegaskan bahwa gugatan kontraktor dianggap prematur karena belum ada pemeriksaan fisik atas pekerjaan yang telah dilakukan. Ini menunjukkan bahwa kontraktor terburu-buru menggugat tanpa memastikan bahwa bukti di lapangan cukup kuat untuk mendukung klaimnya.
  2. Keliru Memahami Force Majeure
    Dalam hukum kontrak, force majeure hanya berlaku jika suatu kejadian benar-benar tidak bisa diprediksi dan tidak bisa diatasi oleh pihak yang terkena dampaknya. Artikel Kesulitan Material Proyek Bukan Overmacht atau Force Majeure di Ercolaw.com menegaskan bahwa kelangkaan material bukanlah force majeure jika penyebabnya adalah faktor ekonomi atau pasar. Dengan kata lain, risiko kenaikan harga dan kelangkaan material harus diperhitungkan oleh kontraktor sejak awal dalam penawaran proyek.
  3. Negosiasi Tidak Efektif
    Dalam proyek pemerintah, penyesuaian kontrak bisa dilakukan melalui mekanisme addendum. Namun, dalam kasus ini, meskipun addendum final sudah disepakati, tetap saja kontraktor menghadapi pemutusan kontrak dan klaim kelebihan bayar. Jika kontraktor memiliki strategi negosiasi yang lebih kuat dan mendokumentasikan setiap tahapan proses secara lebih baik, kemungkinan besar perselisihan ini tidak akan berujung ke pengadilan.

Pelajaran Penting bagi Kontraktor

Dari kasus ini, ada beberapa pelajaran berharga bagi kontraktor untuk menghindari kesalahan serupa:

  • Pahami bahwa risiko kenaikan harga dan kelangkaan material bukanlah force majeure. Jangan terlalu mengandalkan argumentasi ini dalam sengketa kontrak, karena kemungkinan besar akan ditolak di pengadilan.
  • Siapkan strategi negosiasi yang lebih kuat. Sebelum menggugat, pastikan semua opsi negosiasi telah dieksplorasi dengan matang, termasuk mekanisme addendum dan perpanjangan waktu.
  • Jangan tergesa-gesa menggugat jika bukti belum cukup. Seperti yang terjadi dalam kasus ini, gugatan prematur justru melemahkan posisi kontraktor di pengadilan.
  • Pelajari dan pahami isi kontrak dengan seksama. Kontraktor harus memahami bahwa dalam kontrak harga satuan, risiko fluktuasi harga menjadi tanggungan mereka sendiri kecuali ada klausul yang secara eksplisit memberikan hak untuk penyesuaian harga.

Tentukan Waktu Mengajukan Gugatan

Gugatan dalam proyek konstruksi harus diajukan pada waktu yang tepat, dengan bukti yang cukup. Prematuritas gugatan bisa menjadi bumerang bagi kontraktor, seperti yang terjadi dalam kasus ini. Jika Anda menghadapi sengketa serupa dalam proyek konstruksi, konsultasikan dulu dengan pengacara yang paham hukum konstruksi. Kesalahan strategi hukum bisa berdampak besar terhadap keberlangsungan bisnis Anda. Jika membutuhkan pendampingan hukum dalam proyek konstruksi, tim Ercolaw siap membantu Anda. Hubungi kami untuk konsultasi lebih lanjut.

Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :