Dugaan Penggelapan Harus Diselesaikan Perdata

Ketika Dugaan Penggelapan Harus Diselesaikan Secara Perdata

Bagikan :

Dalam dunia bisnis, pengelolaan keuangan perusahaan merupakan aspek yang sangat sensitif. Salah langkah dalam transaksi keuangan bisa berujung pada tuduhan pidana, bahkan ketika niat jahat sebenarnya tidak ada. Namun, apakah setiap dugaan penggelapan memang harus diselesaikan secara pidana?

Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 198/Pid.B/2024/PN Cbi yang dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 1450 K/Pid/2024 memberikan preseden menarik terkait kasus dugaan penggelapan yang akhirnya tidak terbukti sebagai tindak pidana, melainkan lebih tepat dikategorikan sebagai sengketa perdata. Dalam kasus tersebut, meskipun terdapat transaksi keuangan yang merugikan perusahaan, fakta hukum menunjukkan bahwa mekanisme pengembalian dana telah disepakati dan dijalankan oleh para pihak.

Putusan tersebut menegaskan bahwa tidak semua sengketa keuangan dalam perusahaan harus diproses secara pidana, terutama jika sudah ada kesepakatan antara pihak yang terlibat untuk mengembalikan kerugian. Sebagai pelaku bisnis, direksi, atau pemegang kepentingan dalam perusahaan, memahami batas antara perkara pidana dan perdata sangatlah krusial agar tidak terjebak dalam upaya kriminalisasi yang tidak perlu, memakan biaya dan waktu.

Dugaan Penggelapan Diselesaikan Secara Perdata

Pasal 374 KUHP mengatur penggelapan dalam jabatan sebagai bentuk kejahatan yang terjadi ketika seseorang yang memiliki penguasaan atas barang atau uang perusahaan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu yang bukan miliknya. Namun, dalam perkara PT Indo Pangan Sentosa, unsur niat jahat (mens rea) tidak terbukti, karena transaksi reimbursement fiktif yang sebelumnya dilakukan oleh Terdakwa telah disetujui oleh bagian keuangan perusahaan dan bahkan telah dilakukan pengembalian sebagian besar dana sesuai dengan kesepakatan.

Putusan pengadilan tersebut menegaskan bahwa jika ada kesepakatan pengembalian dana, maka perkara ini lebih tepat diselesaikan dalam ranah perdata sebagai sengketa hutang-piutang, bukan sebagai tindak pidana penggelapan. Dengan demikian, tuduhan pidana dalam kasus tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya unsur kesengajaan untuk menguasai secara melawan hukum.

Strategi Menghadapi Kasus Serupa

Dari kasus ini, ada beberapa langkah strategis yang bisa diterapkan oleh perusahaan untuk menghindari kriminalisasi yang tidak perlu:

1. Perkuat Mekanisme Pengawasan Keuangan

Setiap transaksi keuangan harus memiliki dokumen pendukung yang jelas dan disetujui sesuai prosedur. Jika ada kekeliruan dalam pencatatan atau pengeluaran dana yang tidak sah, penyelesaiannya harus diatur dalam mekanisme internal sebelum berlanjut ke ranah hukum.

2. Pastikan Kesepakatan Pengembalian Dana Terdokumentasi

Jika terjadi dugaan penyalahgunaan dana, perusahaan sebaiknya mengutamakan penyelesaian secara perdata melalui perjanjian tertulis. Kesepakatan mengenai mekanisme pengembalian, seperti potong gaji, potong dividen, atau metode lain, harus jelas agar tidak menimbulkan sengketa lebih lanjut.

3. Gunakan Jalur Perdata Sebelum Pidana

Tidak semua kerugian finansial akibat tindakan individu dalam perusahaan harus langsung dibawa ke ranah pidana. Jika ada kemungkinan penyelesaian secara perdata, langkah ini lebih bijak dibandingkan mengkriminalisasi masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan melalui negosiasi, terlebih jika sudah ada kesepakatan terkait pengembalian kerugian.

4. Konsultasikan dengan Ahli Hukum

Setiap perusahaan harus memiliki penasihat hukum yang memahami perbedaan antara ranah pidana dan perdata dalam kasus keuangan. Konsultasi dengan firma hukum yang berpengalaman, seperti Ercolaw, dapat membantu perusahaan menentukan langkah hukum yang tepat agar tidak salah langkah dalam menangani dugaan penggelapan.

Kriminalisasi Bisa Merugikan Perusahaan

Menggunakan jalur pidana untuk menyelesaikan sengketa bisnis tanpa pertimbangan yang matang bisa menjadi bumerang bagi perusahaan. Selain berisiko menciptakan ketidakpercayaan di internal perusahaan, tindakan ini juga dapat berujung pada gugatan balik, pencemaran nama baik, atau bahkan menimbulkan ketidakpastian hukum yang berkepanjangan.

Sebaliknya, dengan memahami prinsip “actus non facit reum nisi mens sit rea” (tidak ada kejahatan tanpa niat jahat), perusahaan dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dalam menghadapi sengketa keuangan. Jika niat jahat tidak terbukti dan ada mekanisme pengembalian dana, maka penyelesaian secara perdata adalah solusi terbaik.

Pilih Jalur Hukum yang Tepat

Kasus PT Indo Pangan Sentosa menjadi pelajaran penting bahwa dugaan penggelapan tidak selalu berarti tindak pidana. Jika terdapat kesepakatan pengembalian dana yang telah dijalankan, maka penyelesaian sengketa ini harus dilakukan dalam ranah perdata. Sebagai pelaku bisnis, direksi, atau manajer keuangan, memahami perbedaan ini akan membantu Anda menghindari kriminalisasi yang tidak perlu dan melindungi kepentingan perusahaan dengan strategi hukum yang tepat.

Ingin Konsultasi Lebih Lanjut? Hubungi Ercolaw!

Jika perusahaan Anda menghadapi kasus serupa dan ingin mendapatkan solusi hukum yang tepat, konsultasikan dengan Ercolaw. Tim hukum kami siap membantu Anda menavigasi kompleksitas hukum perdata dan pidana agar tidak salah langkah dalam menyelesaikan sengketa bisnis. Bagikan artikel ini untuk membantu lebih banyak orang memahami strategi efektif penyelesaian kerugian perusahaan !


Artikel di tulis oleh Erlangga Kurniawan, Managing Partner Ercolaw


Bagikan :